Zanana adalah "sangkar berlapis emas" bagi para wanita kerajaan. Namun, ada beberapa contoh wanita yang mampu berprestasi di berbagai bidang meskipun ada batasan-batasan yang diberikan kepada mereka.
Nur Jahan dan Jahanara membuka jalan bagi Zeb-un-Nisa, mereka menunjukkan bagaimana wanita dapat mengambil bagian dalam menjalankan pemerintahan. Bahkan, ikut serta dalam perjalanan berburu dan perang.
Setelah Aurangzeb naik tahta Mughal, ia sering berkonsultasi dengan Zeb-un-Nisa dalam urusan-urusan istana. Kemudian ia diangkat sebagai penasihat Kaisar pada usia 21 tahun.
Tanggung jawab ini tentu saja meningkatkan statusnya. Namun, ia harus selalu mengenakan jilbab ketika ia berada di luar tempat khusus wanita.
Kehidupan di Zanana juga memiliki kelebihan, para wanita dapat memiliki tanah, melakukan perdagangan, dan bahkan berhak atas tunjangan di luar penghasilan mereka sendiri.
Para wanita diberi makanan dan kebutuhan hidup lainnya, dan mereka bahkan memiliki banyak perhiasan.
Kekayaan ini memastikan bahwa mereka dapat menjalani kehidupan yang megah dan mewah. Namun, wanita seperti Jahanara dan Zeb-un-Nis menggunakan kekayaan mereka sebagai penyokong bagi para cendekiawan dan penyair.
Zeb-un-Nisa bahkan melakukan banyak proyek pembangunan, namun sayangnya hampir tidak ada bangunan atau taman yang tersisa.
Kerenggangan Zeb-un-Nisa dan Aurangzeb
Hubungan antara Zeb-un-Nisa dan ayahnya, Aurangzeb sangatlah baik. Namun, dinamika hubungan mereka mulai berubah setelah Aurangzeb menjadi kaisar.
Tidak dapat disangkal bahwa ayahnya menghargai dan mengakui kemampuan administratifnya, yang terbukti ketika Zeb-un-Nisa dinyatakan sebagai penasihatnya.