Mithridates menyadari hal ini kemudian mengirimkan pesan ke seluruh wilayah yang menyatakan bahwa, pada tanggal tertentu, rakyat harus bangkit dan membunuh setiap warga negara dan tokoh berwenang Romawi dan Italia di wilayah tersebut.
Pada tahun 89 atau 88 SM, dalam satu hari saja, lebih dari 80.000 orang Romawi dan Italia dibantai. Budak yang membunuh tuannya diberikan kebebasan, dan pengutang yang membunuh kreditur Italia atau Romawinya dijanjikan penghapusan utang.
Sejarawan Appian dan Plutarch sama-sama mencatat kekejaman di kota-kota Adramytium, Caunus, Efesus, Pergamum, dan Tralles tetapi pembantaian itu meluas dan banyak kota lain serta kota-kota kecil dan desa-desa juga terlibat.
Angka 80.000 dianggap sebagai perkiraan yang rendah untuk jumlah korban. Sejarawan modern bahkan memperkirakan jumlahnya jauh lebih tinggi, mungkin mencapai 150.000 orang terbunuh.
Penulis Romawi mengeklaim bahwa bukan hanya rasa benci terhadap Roma yang mendorong pembantaian tersebut tetapi juga rasa takut terhadap Mithridates yang terkenal akan menjatuhkan hukuman pada setiap ketidakpatuhan. Pembantaian ini kemudian dikenal sebagai Vesper Asia dan menjadi titik tanpa kembali dalam perang antara raja Pontus dan Republik Romawi.
Perang Mithridatik
Perang Mithridatik yang pertama (89-85 SM) berjalan dengan baik bagi Mithridates karena Romawi baru saja menyelesaikan konflik dengan sekutu-sekutu Italia mereka dan tidak dapat mengerahkan kekuatan penuh ke Asia Kecil.
Selanjutnya, setelah Vesper Asia, wilayah lain meminta bantuan Mithridates untuk melepaskan diri dari belenggu Roma. Yunani termasuk di antaranya, dan Mithridates memenuhi permintaan tersebut dengan mengirim pasukan besar di bawah Archelaus untuk mengusir Romawi dari Athena.
Romawi, setelah akhirnya menyelesaikan masalah dengan negara-negara Italia, mengirim Sulla dengan lima legiun melawan Mithridates pada tahun 87 SM. Saat itu, pasukan Mithridates telah menjarah tempat suci di Delos dan membawa perbendaharaannya untuk membayar tentara bayaran, dan Sulla, yang "terinspirasi" dari tindakan tersebut, kemudian menjarah Delphi untuk melakukan hal yang sama.
Karena Delphi memberikan hasil yang lebih besar, Sulla pun dapat merekrut lebih banyak pasukan dan berhasil merebut Piraeus lalu Athena, memaksa Archelaus mundur ke utara, dan kemudian mengalahkannya di Thessaly.
Mithridates yang tengah sibuk dengan masalah di dalam negeri berupa kerusuhan sipil, akhirnya memutuskan untuk menegosiasikan Perdamaian Dardanus dengan Sulla untuk mengakhiri konflik.
Sulla kembali ke Roma di mana dia menyatakan dirinya sebagai diktator dan memulai pembersihan posisi pemerintahan. Salah satu hasil dari pembersihan ini adalah mengusir seorang imam muda bernama Gaius Julius Caesar dari jabatannya untuk menjadi tentara. Keputusan yang memberi dampak besar bagi karier militer dan politik sang imam muda yang terkenal hingga hari ini.