Mesir, yang saat itu dikenal sebagai Republik Persatuan Arab, adalah anggota koalisi Arab yang paling menonjol.
Presiden Gamal Abdel Nasser adalah wajah nasionalisme Arab dan telah memposisikan dirinya sebagai pembela perjuangan Palestina dan musuh utama Israel.
Keputusannya untuk menutup Selat Tiran dan pembangunan militer selanjutnya di Sinai merupakan peristiwa penting menjelang perang.
Yordania dipimpin oleh Raja Hussein. Tepi Barat dan Yerusalem Timur yang dikuasai Yordania menjadi arena utama perang, yang mempunyai implikasi signifikan terhadap masa depan konflik Israel-Palestina.
Suriah memiliki sengketa wilayah yang sudah berlangsung lama dengan Israel, khususnya mengenai Dataran Tinggi Golan yang kaya akan perairan.
Rezim Ba'ath di Suriah, dengan ideologi Arab yang kuat, telah terlibat dalam pertempuran kecil dengan Israel pada tahun-tahun menjelang perang.
Suriah selama Perang Enam Hari sangatlah penting, karena pertempuran di sana menentukan kendali atas Dataran Tinggi Golan yang strategis.
Terakhir, Irak juga memainkan peran dalam konflik tersebut, meskipun perannya lebih terbatas dibandingkan negara-negara kombatan besar lainnya.
Di bawah Presiden Abdul Rahman Arif, Irak mengirimkan pasukan untuk mendukung front Yordania dan menandatangani pakta pertahanan dengan Mesir dan Yordania.
Perang Enam Hari Dimulai
Perang dimulai pada tanggal 5 Juni 1967, dengan Operasi Fokus, serangan udara mendadak Israel yang menargetkan lapangan udara Mesir.
Baca Juga: Selidik Strategi Hadrianus Kekaisaran Romawi Menyingkirkan Kaum Yahudi