Perang Enam Hari, Bentrok Israel-Arab di Sejarah Timur Tengah

By Hanny Nur Fadhilah, Minggu, 9 Juni 2024 | 11:00 WIB
Pasukan-pasukan pengintai Israel melawan Arab di Perang Enam Hari sejarah Timur Tengah. (Wikimedia Commons)

Dalam beberapa jam, Angkatan Udara Israel telah mencapai superioritas udara dengan secara efektif menetralisir mayoritas Angkatan Udara Mesir di darat.

Keberhasilan awal ini memberi Israel keuntungan yang signifikan dalam sisa konflik.

Pada tanggal 8 Juni, pasukan Israel telah mencapai Terusan Suez, mengamankan seluruh Semenanjung Sinai.

Kecepatan dan efisiensi serangan Israel sangat menonjol, dengan brigade lapis baja di bawah komando jenderal seperti Ariel Sharon dan Avraham Yoffe memainkan peran penting.

Di sebelah timur, Pertempuran Yerusalem dan Tepi Barat dimulai dengan penembakan artileri Yordania yang menargetkan sasaran di Yerusalem Barat pada tanggal 5 Juni.

Pasukan Israel melancarkan serangan balasan. Pada tanggal 7 Juni, pasukan terjun payung Israel telah memasuki dan mengamankan Kota Tua Yerusalem, menyatukan kembali kota tersebut di bawah kendali Israel.

Secara bersamaan, unit Israel lainnya mendesak ke Tepi Barat, merebut kota-kota penting seperti Jericho, Bethlehem, dan Hebron.

Pada akhir tanggal 7 Juni, seluruh Tepi Barat berada di bawah kendali Israel.

Di tepi utara menyaksikan pertempuran sengit dalam Kampanye Dataran Tinggi Golan. Pada tanggal 9 Juni, setelah berhari-hari terjadi baku tembak dan pertempuran artileri sporadis, pasukan Israel melancarkan serangan besar-besaran terhadap posisi Suriah di Dataran Tinggi Golan.

Menghadapi perlawanan keras, pasukan Israel dengan dukungan serangan udara berhasil menerobos pertahanan Suriah.

Pada tanggal 10 Juni, hari terakhir perang, Israel telah merebut seluruh Dataran Tinggi Golan, menjadikannya titik strategis yang menghadap ke wilayah Suriah.

Dampak Perang Enam Hari di Sejarah Timur Tengah

Setelah perang, Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengeluarkan Resolusi 242. Dalam resolusi tersebut menekankan "tidak dapat diterimanya perolehan wilayah melalui perang" dan menyerukan "penarikan angkatan bersenjata Israel dari wilayah yang diduduki dalam konflik baru-baru ini."

Resolusi ini menjadi landasan perundingan perdamaian di masa depan di kawasan. Salah satu dampak langsungnya adalah perluasan wilayah yang signifikan oleh Israel.

Hanya dalam enam hari, Israel telah merebut Semenanjung Sinai dan Jalur Gaza dari Mesir, Tepi Barat dan Yerusalem Timur dari Yordania, serta Dataran Tinggi Golan dari Suriah.

Perolehan wilayah ini lebih dari tiga kali lipat luas negara Israel sebelum perang.

Meskipun ekspansi ini memberi Israel kedalaman strategis dan perbatasan yang dapat dipertahankan, ekspansi ini juga membawa sejumlah besar warga Palestina berada di bawah kendali Israel. Hal ini memicu ketegangan dan konflik di masa depan.

Perang tersebut memberikan dampak yang besar terhadap rakyat Palestina. Dengan kini Tepi Barat dan Jalur Gaza berada di bawah kendali Israel, wilayah Palestina secara efektif terpecah, sehingga mempersulit upaya menuju negara Palestina.

Perang tersebut juga menyebabkan gelombang baru pengungsi Palestina, yang semakin memperburuk masalah sensitif yang berakar pada Perang Arab-Israel tahun 1948.

Bahkan sampai saat ini, konflik antara Israel dan Palestina semakin memanas dan penuh dengan pertumpahan darah.