Nationalgeographic.co.id—Sistem perhitungan pahala-dosa di akhir masa Dinasti Ming memicu kecurigaan bahwa sistem ini digunakan untuk mengukur moralitas dan mengimbangi dosa dengan pahala.
Menurut Yang Lien-sheng, mekanisasi dan kuantifikasi retribusi (baoying) telah ditekankan dalam karya Taois awal, Baopuzi, pada abad keempat. Gagasan ini diteruskan dalam Tract of Taishang on Action and Response (Taishang ganying pian) dan The Ledger of Merit and Demerit of the Taiwei Immortal (Taiweixianjun gongguoge).
Buku catatan pahala-dosa yang umum digunakan di masyarakat akhir Dinasti Ming mirip dengan metode pencatatan keuangan pedagang. Pola setara keuntungan dan kerugian digunakan untuk mencatat pahala dan dosa. Sebagai contoh, Zizhilu karya Zhu Hong menggunakan perak sebagai acuan untuk mengukur pahala dan dosa.
Para praktisi buku catatan ini mengklasifikasikan skor pahala dan dosa harian, mencatatnya dalam sebuah buku, dan membuat ringkasan setiap akhir bulan. Total skor pahala dan dosa dihitung pada akhir tahun.
Metode ini dan sifat utilitarian-nya dilihat dengan kekhawatiran oleh para sarjana Konfusian ortodoks seperti Liu Zongzhou.
Hal tersebutlah yang dibahas oleh Tiefeng Shao melalui Catholicism in the Late Ming Dynasty and Ledgers of Merit and Demerit from the Perspective of Weber’s Sociology of Religion yang muncul dalam Journal of Chinese Theology.
Akuntansi kehidupan
Garis pemikiran ini menunjukkan bahwa buku catatan pahala-dosa tradisional akhir Dinasti Ming lebih mirip dengan etika Katolik seperti yang dipahami oleh Max Weber,di mana perbuatan baik mengimbangi perbuatan buruk, daripada etika Puritan.
Sosiolog, filsuf, ahli hukum, dan ekonom politik yang dianggap sebagai salah satu pendiri sosiologi modern tersebut mengklasifikasikan etika Katolik sebagai "jenis akuntansi kehidupan".
Pernyataan Weber tentang etika Katolik ini masih dapat dipercaya, berdasarkan perbandingan dengan sumber sejarah. Menurut Weber, metodologi penyelamatan Katolik dikembangkan oleh Anselm dari Canterbury.
Sejak doktrin penebusan dosa Anselm, Katolik secara bertahap menerapkan sistem perhitungan yang rumit untuk kesalahan dan hukuman, memungkinkan pengukuran kesalahan setelah dosa asal. Gereja membuat katalog kesalahan yang dapat diperbaiki dengan pahala, dan mencantumkan "jumlah" yang diperlukan untuk pengakuan dosa.
Baca Juga: 3 Samurai Non-Jepang: Ada yang Besar di Indonesia, Ada Juga dari Dinasti Ming