Mitos tidak selalu identik dengan agama, bahkan jika ada tokoh dalam cerita agama yang ikut bermain dalam mitos, mereka berangkat dari alasan sekuler yang jelas.
Teks sastra yang mengacu pada mitos Yunani banyak menampilkan tokoh Ilahiah yang mengemban misi heuristik alih-alih religius. Bersama mereka inilah, kita diajak merenungkan isu-isu penting dalam kehidupan.
Sebagai sistem komunikasi yang dinamis dan bukan sebagai kumpulan cerita statis, mitos memainkan peran penting dalam suatu budaya dari waktu ke waktu. Terutama sekali, mitos mampu membantu budaya mengakomodasi dan menegosiasikan perubahan dengan cara yang produktif.
Ahli teori sastra Prancis, Roland Barthes, berkata mengenai hubungan mitos dan sejarah:
"Apa yang diberikan dunia kepada mitos adalah sebuah kenyataan sejarah, ini semua dengan cukup lama diolah oleh manusia; dan sebagai imbalannya, mitos mengembalikannya dengan gambaran alami dari kenyataan ini."
Begitu juga mitos Prometheus terus menerus dikisahkan dalam dalam berbagai konteks sejarah yang sangat berbeda – Yunani kuno dan klasik, tahun-tahun setelah Revolusi Prancis, dan Inggris akhir abad kedua puluh.
Setiap kali mitos Prometheus disajikan, seperti yang dikatakan Barthes, kenyataan sejarah yang spesifik memberikannya jenis realitas yang sangat berbeda.
Namun, pada akhirnya, kekuatan mitos yang sebenarnya adalah membuat konteks sejarah tertentu itu tampak alami di setiap saat.
Prometheus si Penipu
Prometheus dengan kecerdikan dan tipu muslihatnya memiliki banyak kesamaan dengan tokoh-tokoh penipu di hampir setiap mitologi dan folklor masyarakat - kadang-kadang sebagai dewa, kadang-kadang sebagai binatang.
Para penipu ini adalah tokoh ambigu yang aneh-aneh, mereka biasanya dapat menjelma dalam berbagai wujud, dan sering kali menjadi penghubung antara dunia ilahi dan dunia manusia.
Baca Juga: Tipu Daya Prometheus dan Ritual Pengorbanan Sapi dari Yunani Kuno