Algojo dalam Sejarah Abad Pertengahan, Pekerjaan Berat dengan Gaji Melimpah

By Sysilia Tanhati, Selasa, 12 November 2024 | 12:00 WIB
Seperti apa kehidupan para algojo dalam sejarah Abad Pertengahan? (Public Domain)

Nationalgeographic.co.id—Keadilan memainkan peran penting dalam kehidupan sehari-hari masyarakat dalam sejarah Abad Pertengahan. Para penjahat sering dihukum berat dalam upaya untuk menghalangi pelaku lain dan mengarahkan mereka dari jalan kejahatan.

Musuh politik juga dihukum, seperti halnya para pengkhianat dan penganut bidah. Salah satu bentuk hukumannya adalah hukuman mati yang dilaksanakan oleh algojo. “Seorang algojo resmi harus dipekerjakan,” tulis Aleksa Vuckovic di laman Ancient Origins.

Sepanjang periode Abad Pertengahan hingga modern awal, para algojo memainkan peran mendasar dalam masyarakat. Mereka menegakkan keadilan raja dengan efisiensi yang mematikan.

Namun, banyak algojo yang menderita stigma sosial yang dibawa oleh pekerjaan mereka. Padahal, para algojo memperoleh kekayaan dan jabatan tinggi selama kariernya.

Bagaimana kehidupan para algojo dalam sejarah dunia? Berikut beberapa kisah suram dari kehidupan algojo.

Meister Franz, algojo yang memiliki hak istimewa dan tanggung jawab yang besar

Seorang algojo di Abad Pertengahan adalah orang dengan tanggung jawab besar, sekaligus memiliki hak istimewa yang besar. Membunuh penjahat yang dihukum bukanlah tugas yang mudah. Hal ini sangat membebani hati nurani seseorang dan juga membawa banyak stigma sosial.

Namun, kesulitan pekerjaan ini dibalas dengan sangat baik oleh para raja. Algojo dapat memperoleh banyak uang dan mencapai posisi tinggi di masyarakat, termasuk status bangsawan.

Banyak dari para algojo yang menjadi orang terkenal di negara masing-masing. Franz Schmidt, yang juga dikenal sebagai Meister Franz (1555-1634) adalah salah satu algojo paling terkemuka di Jerman Abad Pertengahan.

Mewarisi panggilan dari ayahnya sendiri, ia menjadi kepala algojo Kota Hof, di Bavaria. Setelah unggul dalam pekerjaan itu selama beberapa tahun, ia naik jabatan, dan menjadi kepala algojo Nuremberg, kota besar saat itu.  

Selama 45 tahun kariernya, Franz melakukan 361 eksekusi, yang semuanya ia rinci dalam buku hariannya. Meister Franz melakukan eksekusi dengan berbagai cara, seperti tugasnya.

Baca Juga: Sejarah Abad Pertengahan: Tak Hanya Manusia, Hewan Juga Diadili!

Ia akan membunuh penjahat paling kejam di roda pemecah. Sementara penjahat lainnya dieksekusi dengan tali, pedang, atau lebih jarang lagi dengan cara ditenggelamkan dan dibakar.

Hukuman bakar hanya diperuntukkan bagi kaum homoseksual dan mereka yang memalsukan uang. Franz hanya pernah melakukan hukuman bakar dua kali sepanjang kariernya.

Dan meskipun pekerjaannya saat itu membawa banyak stigma sosial, Meister Franz tetap memperoleh sejumlah besar uang. Ia dapat hidup dengan nyaman sepanjang hidupnya.

Penjagal Bohemia

Salah satu algojo paling terkenal di abad pertengahan adalah Jan Mydlar (1572-1664), dari Bohemia, Republik Ceko modern. Tinggal dan bekerja di ibu kota, Praha, ia memiliki karier yang panjang sebagai algojo. Mydlar bekerja atas nama Wangsa Habsburg, salah satu dinasti bangsawan terpenting di Eropa.  

Mydlar adalah tokoh yang terkenal karena penampilannya yang muram. Selama eksekusinya, ia mengenakan topeng merah seperti tudung. Topeng itu dibuat khusus yang menutupi wajahnya dan benar-benar membuatnya menjadi sosok yang mengerikan dalam peristiwa yang juga mengerikan.

Peristiwa Jan Mydlar yang paling terkenal adalah eksekusi 27 pemimpin Pemberontakan Bohemia. Eksekusi itu terjadi pada tanggal 21 Juni 1621, di Alun-alun Kota Tua di Praha.

Disebabkan oleh pertikaian agama dan politik, pemberontakan tersebut merupakan pemberontakan rakyat dari kalangan bangsawan Bohemia. Mereka memberontak terhadap kekuasaan Dinasti Habsburg yang akhirnya memicu Perang Tiga Puluh Tahun.

Setelah pemberontakan berakhir, Mydlar harus menegakkan keadilan. Namun, taruhannya sangat tinggi. Eksekusi itu bukanlah eksekusi biasa. Ia harus memenggal kepala 27 orang dan semuanya dilakukan dengan satu pukulan.

Jika ia harus memenggal kepala dua kali, ia akan kehilangan pekerjaan dan reputasinya. Untuk menyelesaikan semua eksekusi ini, ia menggunakan total 4 pedang dan membutuhkan waktu 5 jam untuk melakukannya.

Pekerjaan Mydlar yang mengerikan membuatnya mendapatkan reputasi yang menakutkan. “Namun ia tetap menikmati ketenaran,” tambah Vuckovic. Keturunannya juga merupakan algojo. Dengan topeng merahnya yang unik, ia menjadi simbol abadi dalam sejarah Abad Pertengahan.

Baca Juga: Pasang Surut Paus dalam Sejarah Kristen Eropa Abad Pertengahan

Pertumpahan darah di Inggris

Demikian pula di Inggris, para algojo selalu sangat sibuk dalam sejarah Abad Pertengahan. Sejak awal berdirinya kerajaan itu, pekerjaan sebagai kepala algojo selalu diemban.

Salah satu algojo Inggris yang paling awal dikenal adalah Thomas de Warblynton, yang juga dikenal sebagai Thomas dari Warblington. Sebagai algojo Inggris pertama yang terdokumentasi, ia dikenal telah meningkatkan posisinya di masyarakat secara signifikan. Semua berkat pekerjaannya yang mengerikan.

Dokumen-dokumen awal Abad Pertengahan Inggris menyebutkan dia sebagai kepala algojo hukuman yang paling brutal. Khususnya hukuman mencabut dan memotong-motong tubuh. Namun berkat hukuman-hukuman ini, Thomas memperoleh posisi sebagai bangsawan rendahan, memiliki tanah milik dan pelayan.

Warblynton adalah contoh sempurna tentang bagaimana algojo dapat menjalankan tugas brutalnya tetapi tetap memperoleh kedudukan yang istimewa di masyarakat. Thomas de Warblynton akhirnya menjadi sheriff di daerahnya sendiri dan memiliki penghasilan yang signifikan. Dan semua itu karena dia memotong-motong para penjahat yang dihukum.

Setelah kematiannya, harta dan kekayaannya, dan kemungkinan juga pekerjaannya, diwariskan kepada ahli warisnya. John de Warblynton menjadi penerusnya pada tahun pemerintahan ke-44 Raja Edward III. Jadi keturunannya juga menikmati hak istimewa yang sama.

Dari pertumpahan darah hingga kekayaan

Dalam sejarah Abad Pertengahan, keadilan harus ditunjukkan dengan cara tertentu. Dan cara yang paling umum untuk melakukannya adalah dengan pedang. Namun, tidak semua orang mampu melakukan tugas-tugas ini.

Pasalnya pekerjaan ini sangat membebani hati nurani dan membawa stigma sosial. Tetapi beberapa orang terpilih melangkah maju untuk tugas ini. Para algojo melaksanakan tugas-tugas ini dengan rasa kebenaran yang kuat.

Para algojo yang terkenal belum tentu diterima di masyarakat dan memiliki pengaruh besar dalam kehidupan mereka. Namun meski begitu, mereka mengabdi pada raja dan kerajaan. Algojo menghukum mereka yang pantas dihukum mati dan memperoleh banyak uang saat melakukannya.