Nationalgeographic.co.id—Dalam hamparan luasnya alam semesta, di antara galaksi yang berputar dan misteri langit, ada satu zat sederhana namun luar biasa yang menjadi kunci kehidupan: air.
Sejak zaman mitologi hingga era sains modern, air telah memikat rasa ingin tahu manusia dan menginspirasi pencarian panjang untuk memahami asal-usulnya.
Pada tahun 1784, ahli kimia Inggris Henry Cavendish membuat terobosan besar dengan mengidentifikasi komposisi air. Ia menemukan bahwa air dapat diciptakan dengan membakar hidrogen dalam oksigen—sebuah proses yang terdengar sederhana, meski melibatkan efek oksihidrogen yang terkenal karena sifatnya yang mudah meledak.
Penemuan itu diterbitkan dalam karya ilmiahnya, Experiments on Air, yang kini menjadi bagian penting dari Philosophical Transactions The Royal Society. Dalam istilah Cavendish, oksigen adalah "udara yang didephlogistikasi," sementara hidrogen disebutnya "udara yang mudah terbakar." Keduanya, saat dipanaskan, menciptakan air dalam bentuk cair.
"Beberapa dekade kemudian, pada tahun 1811, fisikawan Italia Amedeo Avogadro menyempurnakan pemahaman kita tentang air dengan menemukan rumusnya: H₂O," ungkap Cierra Tolentino dalam Who Invented Water? History of the Water Molecule sebagaimana dimuat pada laman History Cooperative.
Ia menunjukkan bahwa volume gas yang sama memiliki jumlah molekul yang setara, dan karena molekul air membutuhkan dua atom hidrogen untuk setiap atom oksigen, maka rumusnya tak terbantahkan—H₂O.
"Penemuan ini tidak hanya memperkuat dasar ilmu kimia tetapi juga mengubah cara kita memahami alam," kata Tolentino.
Namun, perjalanan memahami air tidak hanya soal rumus. Sejak zaman Yunani kuno hingga era abad pertengahan, para filsuf dan ilmuwan mencoba menggali hakikat air dan perannya dalam kehidupan. Meski gagasan-gagasan awal ini terbungkus mitos dan spekulasi, mereka meletakkan dasar bagi sains modern.
Faktanya, air adalah susunan atom yang sederhana: dua atom hidrogen terhubung dengan satu atom oksigen. Tapi di balik kesederhanaan itu, tersembunyi sifat-sifat unik yang menopang kehidupan.
Ikatan kimia dalam molekul air sangat dinamis, memberi air sifat fluiditas, fleksibilitas, serta tegangan permukaannya yang khas. Sifat ini memungkinkan air membentuk sungai, lautan, hingga menjadi komponen vital dalam sel-sel makhluk hidup.
Siapa sangka, cairan yang terlihat begitu biasa ternyata memegang peran besar dalam keberlangsungan dunia.
Baca Juga: Orfisme, Kepercayaan Yunani Kuno yang Didasarkan pada Mitos Orpehus
"Meski setiap hari miliaran manusia bergantung pada air, pemahaman kita tentangnya masih jauh dari sempurna," katanya.
Selama berabad-abad, para ilmuwan telah bekerja keras untuk mengurai rahasia molekuler air, mulai dari pengamatan awal hingga kemajuan dalam spektroskopi dan mekanika kuantum.
Penelitian Linus Pauling tentang ikatan kimia dan karya kristalografi sinar-X oleh Dorothy Crowfoot Hodgkin menjadi langkah besar dalam memahami susunan atom air dan perannya sebagai esensi kehidupan.
"Hingga kini, air tetap menjadi subjek eksplorasi yang tiada habisnya. Penemuan-penemuan yang dikumpulkan dari zaman ke zaman telah membawa kita lebih dekat pada pemahaman yang mendalam tentang zat yang menjadi inti kehidupan di Bumi."
Kapan Air Diciptakan?
Air telah ada sejak zaman purba, sejak era Hadean ketika Bumi pertama kali terbentuk. Meski baru ribuan tahun kemudian manusia memahami asal-usulnya secara ilmiah, jejak air sudah terekam dalam sejarah planet ini.
"Ilmu pengetahuan modern, berkat kontribusi para ahli seperti Henry Cavendish dan Amedeo Avogadro, memberi kita wawasan tentang misteri molekul kehidupan ini," kata Tolentino.
Kisah awal air tak terpisahkan dari pembentukan Bumi yang penuh gejolak. Selama miliaran tahun lalu, ketika gunung berapi meletus dan komet menghantam permukaan planet muda ini, uap air dilepaskan ke atmosfer dalam jumlah besar.
Kombinasi molekul dari kelahiran tata surya kita, ditambah hantaman komet dan asteroid, menciptakan sumber air yang kini menjadi esensi kehidupan.
Sejak itu, air telah menjadi kekuatan utama yang membentuk Bumi. Erosi dan pelapukan selama ribuan tahun melukiskan lanskap yang kita kenal hari ini, dari ngarai yang menjulang hingga lembah sungai yang berliku.
Peran air dalam sejarah tidak hanya terbatas pada geologi; keberadaannya memengaruhi kehidupan manusia secara mendalam—mulai dari akses yang terbatas, konflik atas hak pemanfaatannya, hingga perannya dalam bencana alam. Air telah, dan akan selalu, menjadi elemen yang menentukan kehidupan di planet ini.
Baca Juga: Legenda Kawah Ulumbu dan Panasnya yang Bermanfaat bagi Para Ibu
Jejak fosil dan bukti isotopik memberi kita gambaran tentang peran abadi air di Bumi. Dari lautan purba hingga gletser yang membentang, siklus air terus mengalir, bahkan menjadi bagian dari udara yang kita hirup dan makhluk hidup yang kita kenal.
Dari masa Hadean hingga hari ini, air telah menjadi saksi dan aktor utama dalam sejarah evolusi planet ini, mengukir dinamika geologi dan iklim ke dalam lapisan waktu.
Berapa Umur Air di Bumi?
Air di planet kita telah ada selama sekitar 4,5 miliar tahun. Molekul-molekul air pertama kali muncul dari awan gas dan debu yang membentuk tata surya—campuran hidrogen, helium, dan elemen lain yang menyatu dalam perjalanan panjang pembentukan Bumi.
Fakta yang menakjubkan adalah bahwa sebagian dari air yang ada di planet kita bahkan lebih tua dari Matahari itu sendiri.
"Menariknya, sebagian air yang kita minum hari ini bisa berusia hingga 4,5 miliar tahun. Namun, jangan bayangkan bahwa kita sedang meminum sisa air dari zaman dinosaurus."
Air terus-menerus bergerak dalam siklus besar, dari hujan ke sungai, laut, dan kembali lagi ke atmosfer, menyaring dan memperbarui dirinya dalam perjalanan.
"Jadi, meskipun molekul air itu kuno, wujudnya tetap segar dan siap untuk menghidupi makhluk di Bumi—tanpa rasa "T-Rex" di dalamnya."
Etimologi 'Water'
Kata "water" dalam bahasa Inggris modern berasal dari bahasa Inggris Kuno "wæter," yang jejak etimologinya memberikan gambaran menarik tentang hubungan manusia dengan elemen ini.
Dari akar Proto-Indo-Eropa wed- yang berarti "air" atau "basah," kata ini berkembang melintasi berbagai bahasa dan budaya, mencerminkan persepsi unik setiap peradaban terhadap substansi vital ini. Namun, terlepas dari berbagai istilah dan makna, satu kesepakatan universal tetap ada: air adalah sesuatu yang basah.
Baca Juga: Mengintip Inisiatif 'Blue Carbon' Terbesar di Dunia dari Negara Termiskin di Asia
Air bukan sekadar elemen kehidupan—ia juga berperan sebagai simbol mendalam dalam banyak tradisi budaya dan religius. Di seluruh dunia, air melambangkan kemurnian, pembaruan, dan pencerahan spiritual.
Dalam tradisi Kristen, misalnya, pembaptisan dengan air dipandang sebagai bentuk pemurnian jiwa. Di sisi lain, dalam budaya Hindu, ritual seperti Gangasagar dan Kumbh Mela mengangkat air sebagai sarana spiritual, dengan para peziarah yang mandi di sungai suci untuk mencari berkah dan penyucian.
Selain makna simbolisnya, air juga menjadi objek kajian ilmiah selama berabad-abad. Dijuluki sebagai "pelarut universal," air telah membantu manusia memahami banyak aspek kehidupan, dari sifat kimiawi dan biologisnya hingga dampaknya pada ekosistem.
Dari eksperimen filsuf alam di masa lampau hingga penelitian modern tentang perubahan iklim, air terus membuka wawasan baru tentang planet kita dan keberlangsungan kehidupan di atasnya.
Peran Air dalam Mitologi
Sejak zaman kuno, air telah menjadi bagian penting dari mitos dan legenda di berbagai budaya. Kisah-kisah ini sering kali mencoba menjelaskan penciptaan air sebagai bagian dari narasi besar tentang asal-usul alam semesta.
Dalam mitologi, air kerap digambarkan sebagai elemen purba yang menjadi sumber segala kehidupan, dari samudra luas yang gelap hingga tetesan pertama yang membentuk dunia.
Dalam budaya Mesir kuno, Mesopotamia, dan banyak peradaban lainnya, air sering kali dikaitkan dengan kekuatan ilahi. Para dewa dan dewi yang muncul dari lautan purba atau dari sumber air pertama dianggap sebagai pencipta dunia dan kehidupan.
Narasi-narasi ini bukan sekadar cerita; mereka mencerminkan usaha manusia untuk memahami dan memberi makna pada elemen mendasar yang menopang keberadaan.
"Dari air, lahirlah tidak hanya dunia, tetapi juga keajaiban mitologi yang menjadi bagian dari warisan budaya kita hingga hari ini," pungkas Tolentino.