Membangun Masa Depan Berkelanjutan Melalui Pintu Gerbang Pendidikan

By Ade S, Minggu, 1 Desember 2024 | 14:03 WIB
Bagaimana pendidikan mendorong pembangunan berkelanjutan di tengah segala tantangan global dan beragam perbedaan. (AkshayaPatra Foundation/Pixabay)

Simposium ini telah dihadiri oleh para pemimpin pendidikan tinggi dari berbagai negara di Asia Tenggara, termasuk direktur jenderal pendidikan tinggi dari Kamboja, Laos, dan Malaysia, Wakil Menteri Pendidikan Tinggi Thailand, serta Komisaris Pendidikan Tinggi (CHED) dari Filipina.

Selain itu, para presiden universitas, dekan, pakar teknologi, dan delegasi dari negara-negara Uni Eropa juga turut berpartisipasi dalam acara ini.

Kolaborasi dalam mewujudkan pembangunan berkelanjutan

Kosaikanont kemudian menjelaskan kepada University World News bahwa tujuan utama mereka adalah menyatukan berbagai universitas di kawasan Asia Tenggara untuk berkolaborasi dalam mewujudkan pembangunan berkelanjutan.

"Kami berupaya menciptakan sebuah wadah di mana universitas-universitas dapat bekerja sama secara aktif dalam mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan," ungkap Kosaikanont.

Lebih lanjut, ia juga menekankan pentingnya menjaga kesatuan ini agar dapat meningkatkan efisiensi dan efektivitas dalam pengelolaan dan administrasi universitas.

Namun, mewujudkan tujuan ini bukanlah hal yang mudah di kawasan Asia Tenggara yang sangat beragam, baik dari segi perkembangan ekonomi maupun budaya.

Sebagai contoh, Singapura, dengan pendapatan per kapita yang tinggi, telah menjadi pemimpin dunia dalam penerapan teknologi digital di sektor pendidikan tinggi.

Sebaliknya, negara-negara seperti Laos, Kamboja, dan Myanmar masih menghadapi tantangan kemiskinan dan kesenjangan digital yang signifikan antara penduduk perkotaan dan pedesaan.

Yavaprabhas mengamati bahwa perbedaan visi antar negara anggota ASEAN menjadi salah satu tantangan utama. "Ketika kami mengundang sepuluh negara ASEAN untuk berbagi praktik terbaik mereka, kami menemukan bahwa setengah dari negara-negara tersebut memiliki visi yang berbeda dengan setengahnya lagi," ujar Yavaprabhas.

Oleh karena itu, simposium regional yang diharapkan diadakan setiap dua tahun hingga tahun 2030 ini dirancang sebagai wadah bagi para pemangku kepentingan untuk saling belajar dan bertukar pengetahuan.

Baca Juga: MiiR Resmi Hadir di Indonesia, Bawa Gaya Hidup Sehat dan Berkelanjutan