Didukung Penuh oleh Sains, Ini 8 Manfaat Puasa bagi Kesehatan

By Ade S, Jumat, 28 Februari 2025 | 19:03 WIB
Ilustrasi puasa.
Ilustrasi puasa. (Gül Işık/Pexels.com)

Nationalgeographic.co.id—Dalam waktu dekat, umat Islam di seluruh dunia akan memulai ibadah puasa Ramadhan 1446 Hijriah. Selama sebulan penuh, mereka akan menahan diri dari makan dan minum dari terbit hingga terbenam matahari.

Namun, tahukah Anda bahwa puasa bukan hanya kewajiban agama, tetapi juga memiliki segudang manfaat bagi kesehatan yang telah terbukti secara ilmiah?

Banyak orang mengira bahwa puasa hanya tentang menahan lapar dan haus. Padahal, di balik itu, tubuh Anda mengalami serangkaian proses yang luar biasa. Dari penurunan berat badan yang signifikan hingga peningkatan fungsi otak, puasa dapat menjadi kunci untuk hidup yang lebih sehat.

Penelitian demi penelitian telah mengungkap berbagai manfaat puasa, mulai dari pengendalian gula darah hingga pencegahan penyakit kronis. Bahkan, beberapa studi menunjukkan bahwa puasa dapat memperpanjang umur dan meningkatkan efektivitas kemoterapi.

Apakah Anda penasaran dengan apa saja manfaat puasa yang didukung oleh sains? Berikut ini delapan manfaat luar biasa seperti dilansir Healtline yang akan dibahas secara mendalam:

1. Pengendalian gula darah yang lebih baik

Berbagai studi penelitian telah mengonfirmasi efektivitas puasa dalam meningkatkan pengendalian gula darah, sebuah manfaat yang sangat signifikan khususnya bagi individu yang memiliki risiko tinggi untuk mengembangkan diabetes di kemudian hari.

Salah satu studi terpercaya yang dilakukan pada tahun 2023, melibatkan sebanyak 209 peserta, menemukan bahwa penerapan puasa intermiten selama tiga hari setiap minggunya secara efektif mampu menurunkan risiko diabetes tipe 2. Penurunan risiko ini terjadi berkat peningkatan sensitivitas insulin yang dihasilkan oleh puasa intermiten tersebut.

Peningkatan sensitivitas insulin ini memiliki dampak positif yang besar, yaitu meningkatkan kemampuan tubuh dalam merespons insulin secara lebih efektif, sehingga glukosa, sebagai sumber energi utama tubuh, dapat diangkut dari aliran darah menuju sel-sel tubuh dengan lebih efisien.

Bersamaan dengan potensi efek penurunan kadar gula darah yang merupakan hasil dari praktik puasa, mekanisme ini secara keseluruhan sangat membantu dalam menjaga stabilitas kadar gula darah, serta mencegah terjadinya fluktuasi ekstrem berupa lonjakan tiba-tiba dan penurunan drastis yang berbahaya.

Lebih lanjut, sebuah tinjauan penelitian komprehensif yang dipublikasikan pada tahun 2022 mencatat bahwa praktik puasa intermiten dan pembatasan waktu makan memiliki potensi untuk mengurangi berbagai faktor risiko yang terkait erat dengan sindrom metabolik.

Baca Juga: Ekspedisi Laut Jawa: Dina Salat dan Puasa di Kedalaman 7.000 Meter

Sindrom metabolik sendiri merupakan sekelompok kondisi yang mencakup lima faktor risiko utama yang secara signifikan meningkatkan kemungkinan seseorang terkena diabetes tipe 2, penyakit jantung, dan stroke.

Meskipun temuan-temuan ini sangat menjanjikan, penting untuk dicatat bahwa penelitian lebih lanjut masih diperlukan untuk melakukan perbandingan secara langsung antara efek yang dihasilkan oleh puasa dengan efek dari pembatasan kalori secara umum, guna mendapatkan pemahaman yang lebih mendalam dan komprehensif mengenai efektivitas relatif dari kedua pendekatan ini.

2. Perlindungan dari peradangan kronis

Penting untuk dipahami bahwa meskipun peradangan akut merupakan bagian tak terpisahkan dari sistem kekebalan tubuh yang berperan krusial dalam melawan infeksi, kondisi peradangan kronis yang berkepanjangan justru dapat menimbulkan dampak serius bagi kesehatan secara keseluruhan.

Berbagai penelitian yang terpercaya telah mengindikasikan adanya keterkaitan yang signifikan antara peradangan kronis dengan perkembangan berbagai kondisi kesehatan menahun, termasuk penyakit jantung yang menjadi penyebab utama kematian di banyak negara, kanker yang merupakan salah satu penyakit paling ditakuti, serta artritis reumatoid yang dapat menyebabkan nyeri sendi yang melumpuhkan.

Menariknya, sejumlah studi ilmiah telah mengungkap potensi puasa sebagai metode yang efektif dalam menurunkan tingkat peradangan di dalam tubuh, sehingga pada akhirnya dapat mendukung tercapainya kesehatan yang lebih optimal.

Sebagai contoh nyata, sebuah tinjauan komprehensif yang melibatkan analisis terhadap 18 studi berbeda, yang dipublikasikan pada tahun 2022, berhasil menemukan bukti bahwa praktik puasa intermiten secara signifikan mampu mengurangi kadar protein C-reaktif (CRP) di dalam tubuh.

Sebagai informasi tambahan, protein C-reaktif sendiri telah dikenal luas sebagai salah satu penanda penting adanya peradangan di dalam tubuh. Temuan ini memberikan indikasi kuat bahwa puasa intermiten dapat menjadi strategi yang menjanjikan dalam mengatasi masalah peradangan.

Lebih lanjut, sebuah studi berskala kecil yang mendalam juga memberikan dukungan terhadap manfaat puasa intermiten dalam melawan peradangan.

Studi ini menemukan bahwa partisipan yang menerapkan puasa intermiten selama periode 1 tahun penuh menunjukkan penurunan tingkat peradangan yang lebih signifikan dibandingkan dengan kelompok kontrol yang tidak melakukan puasa intermiten.

Tidak hanya itu, kelompok yang berpuasa intermiten juga mengalami penurunan faktor-faktor risiko tertentu yang terkait dengan penyakit jantung.

Baca Juga: Ragam Hidangan Berbuka Puasa dari Penjuru Dunia yang Patut Dicoba

3. Peningkatan kesehatan jantung

Penyakit jantung masih menjadi penyebab kematian nomor satu di dunia, sebuah fakta yang sangat memprihatinkan mengingat pada tahun 2020 saja, diperkirakan 19 juta jiwa melayang akibat penyakit ini.

Namun, perubahan pola makan dan gaya hidup telah diakui secara luas sebagai cara yang sangat efektif untuk mengurangi risiko penyakit jantung.

Menariknya, berbagai penelitian telah menunjukkan bahwa mengintegrasikan praktik puasa ke dalam rutinitas harian kita dapat memberikan manfaat yang signifikan bagi kesehatan jantung.

Sebagai contoh, sebuah tinjauan terpercaya telah mengungkap bahwa puasa selang-seling memiliki potensi untuk menurunkan kadar kolesterol total dan memperbaiki beberapa faktor risiko penyakit jantung, terutama pada individu yang mengalami kelebihan berat badan, jika dibandingkan dengan kelompok kontrol yang tidak berpuasa.

Lebih lanjut, tinjauan terpercaya lainnya menguatkan temuan ini dengan menunjukkan bahwa puasa selang-seling secara signifikan mampu menurunkan tekanan darah, serta kadar trigliserida dalam darah, kolesterol total, dan kolesterol LDL yang sering disebut sebagai kolesterol "jahat".

Ilustrasi puasa. (Anna Tarazevich/pexels.com)

4. Dukungan untuk fungsi otak

Meskipun penelitian mengenai topik ini pada manusia masih memerlukan pendalaman lebih lanjut, berbagai studi pada hewan telah mengungkap bahwa puasa memiliki potensi yang signifikan dalam menjaga kesehatan otak.

Penelitian-penelitian tersebut, termasuk studi dari tahun 2018 dan 2021 pada hewan, telah melaporkan temuan yang menggembirakan bahwa praktik puasa dapat memberikan perlindungan terhadap kesehatan otak.

Lebih dari itu, puasa juga terbukti mampu meningkatkan generasi sel-sel saraf yang baru. Peningkatan generasi sel saraf ini diyakini menjadi kunci dalam meningkatkan fungsi kognitif otak secara keseluruhan.

Baca Juga: Sejarah Islam: Perang dan Pertempuran yang Terjadi Selama Ramadan

Selain kemampuannya dalam meningkatkan generasi sel saraf, puasa juga diketahui memiliki efek anti-inflamasi yang dapat meredakan peradangan dalam tubuh.

Kemampuan puasa dalam meredakan peradangan ini memberikan harapan bahwa praktik ini dapat berperan dalam mencegah terjadinya gangguan neurodegeneratif, yang seringkali dikaitkan dengan proses peradangan kronis.

Secara khusus, studi pada hewan telah memberikan indikasi bahwa puasa dapat memberikan perlindungan dan bahkan meningkatkan hasil pada kondisi gangguan neurodegeneratif tertentu, seperti penyakit Alzheimer dan Parkinson.

Walaupun temuan dari studi hewan ini sangat menjanjikan, penting untuk diingat bahwa penelitian lebih lanjut masih sangat dibutuhkan untuk benar-benar memahami dan mengevaluasi efek puasa terhadap fungsi otak pada manusia.

5. Efektivitas dalam penurunan berat badan

Dalam upaya mencapai berat badan ideal, berbagai pelaku diet seringkali beralih ke metode puasa sebagai strategi yang menjanjikan. Dasar teori dari praktik puasa ini adalah bahwa dengan menghindari konsumsi semua atau sebagian jenis makanan dan minuman, seseorang secara signifikan mengurangi total asupan kalori hariannya, yang pada gilirannya dipercaya dapat memicu penurunan berat badan yang progresif seiring berjalannya waktu.

Sebuah studi tinjauan komprehensif yang dilakukan pada tahun 2015 memberikan bukti yang mendukung klaim ini, dengan mengungkapkan bahwa praktik puasa sehari penuh berpotensi mengurangi berat badan hingga 9% dan secara signifikan menurunkan kadar lemak tubuh dalam periode waktu antara 12 hingga 24 minggu.

Lebih lanjut, tinjauan lain yang meneliti efektivitas berbagai metode diet menemukan bahwa puasa intermiten terbukti lebih unggul dalam memicu penurunan berat badan jika dibandingkan dengan pendekatan pembatasan kalori berkelanjutan yang dilakukan secara terus menerus.

Sebagai tambahan, berbagai penelitian lain juga telah mengkonfirmasi bahwa penerapan puasa dalam program diet dapat menghasilkan pengurangan yang lebih signifikan dalam hal lemak tubuh secara keseluruhan dan lemak perut yang membandel, dibandingkan dengan metode pembatasan kalori berkelanjutan yang umum diterapkan.

6. Optimalisasi hormon pertumbuhan

Hormon pertumbuhan manusia (HGH) memainkan peran yang sangat penting dalam menjaga kesehatan tubuh kita secara menyeluruh.

Baca Juga: Inilah yang Terjadi pada Tubuh Setelah Tujuh Hari Tidak Makan

Sebagai hormon protein, HGH ini esensial untuk berbagai proses biologis, termasuk di antaranya adalah pertumbuhan dan perkembangan tubuh, pengaturan metabolisme yang efisien, upaya penurunan berat badan yang sehat, serta peningkatan kekuatan otot yang signifikan.

Berbagai penelitian ilmiah telah menunjukkan bahwa hormon kunci ini memiliki keterlibatan yang dalam dalam proses metabolisme tubuh, efektivitas penurunan berat badan, dan pertumbuhan massa otot yang optimal.

Menariknya, sejumlah studi telah mengungkap bahwa praktik puasa dapat menjadi cara alami untuk meningkatkan kadar HGH dalam tubuh.

Sebagai contoh, sebuah artikel tinjauan yang komprehensif mencatat temuan yang luar biasa, yaitu puasa selama 37,5 jam mampu meningkatkan konsentrasi basal HGH hingga sepuluh kali lipat.

Lebih lanjut, studi tersebut juga menemukan bahwa puasa tidak hanya meningkatkan produksi HGH, tetapi juga efektif dalam memperlambat laju metabolisme tubuh dalam membersihkan HGH, yang berarti hormon ini tetap aktif lebih lama dalam sistem tubuh.

7. Potensi memperpanjang usia

Sejumlah penelitian pada hewan telah memunculkan harapan yang menggembirakan mengenai potensi puasa sebagai cara untuk memperpanjang umur.

Temuan-temuan awal ini kemudian diperkuat oleh studi yang lebih baru pada manusia, memberikan pandangan yang lebih dalam tentang mekanisme di balik efek positif puasa terhadap rentang hidup.

Sebagai contoh, sebuah studi penting yang dilakukan pada tahun 2021 menganalisis secara mendalam efek puasa periodik terhadap kesehatan usus manusia.

Studi ini mengungkapkan bahwa puasa tidak hanya sekadar mengurangi asupan kalori, tetapi juga memiliki dampak signifikan pada komposisi bakteri di dalam mikrobioma usus. Secara khusus, puasa periodik terbukti meningkatkan keragaman bakteri yang menguntungkan, termasuk spesies Christensenella.

Menariknya, spesies bakteri ini telah dikaitkan dengan umur panjang dalam berbagai penelitian sebelumnya, menunjukkan adanya korelasi antara puasa, mikrobioma usus yang sehat, dan potensi peningkatan rentang hidup.

Lebih lanjut, studi tahun 2021 ini juga mencatat peningkatan kadar sirtuin. Sirtuin adalah sekelompok protein yang memainkan peran krusial dalam regulasi metabolisme tubuh. Protein-protein ini juga telah lama dikaitkan dengan umur panjang dan proses penuaan yang lebih lambat.

Temuan ini semakin memperkuat dugaan bahwa puasa dapat memengaruhi jalur biologis yang terkait dengan penuaan dan umur panjang.

Meskipun hasil-hasil penelitian ini sangat menjanjikan, penting untuk ditekankan bahwa penelitian lebih lanjut masih diperlukan. Para ilmuwan masih terus berupaya untuk memahami secara lebih mendalam bagaimana mekanisme puasa dapat memengaruhi umur panjang dan proses penuaan pada manusia.

Selain itu, penelitian di masa depan juga diperlukan untuk menentukan rencana puasa seperti apa yang paling efektif untuk tujuan ini, serta bagaimana rencana tersebut dapat diterapkan secara aman dan berkelanjutan dalam jangka panjang.

8. Dukungan dalam pencegahan kanker

Berdasarkan tinjauan yang diterbitkan dalam jurnal terkemuka, American Cancer Society Journal, praktik puasa intermiten menunjukkan potensi sebagai metode yang bermanfaat dalam pencegahan dan pengobatan kanker, meskipun implementasinya masih memerlukan penelitian lebih lanjut.

Tinjauan tersebut mengungkapkan bahwa puasa intermiten berpotensi untuk menghambat pertumbuhan tumor pada pasien kanker.

Selain itu, praktik ini juga diperkirakan dapat mengurangi tingkat toksisitas yang disebabkan oleh kemoterapi pada sebagian pasien yang menjalani pengobatan kanker.

Walaupun demikian, para peneliti yang melakukan kajian ini menekankan pentingnya dilakukan uji klinis lebih lanjut dengan kualitas yang tinggi untuk memvalidasi temuan-temuan awal ini.

Mereka merekomendasikan bahwa individu yang sedang menjalani pengobatan kanker dan berminat untuk melakukan puasa intermiten sebaiknya hanya melakukannya sebagai bagian dari protokol uji klinis yang terstruktur.

Hal ini dikarenakan puasa intermiten berpotensi menimbulkan efek negatif pada kondisi dan jenis kanker tertentu.

Selain tinjauan tersebut, terdapat studi lain yang menggunakan model penelitian in vitro (tabung reaksi) dan in vivo (hewan) yang juga menunjukkan hasil yang menjanjikan.

Studi-studi ini mengindikasikan bahwa puasa memiliki kemampuan untuk memperlambat perkembangan tumor dan bahkan meningkatkan efektivitas dari terapi kemoterapi.

Secara keseluruhan, temuan-temuan ini memberikan harapan baru dalam pendekatan terhadap pencegahan dan pengobatan kanker.

Meskipun demikian, perlu ditegaskan bahwa penelitian tambahan masih sangat diperlukan, terutama penelitian yang secara spesifik mengamati bagaimana puasa intermiten dapat mempengaruhi perkembangan kanker dan efektivitas pengobatannya pada manusia.