Nationalgeographic.co.id - Masih ingatkah Anda dengan Dunia dalam Berita? Program berita di TVRI ini cukup populer pada masanya dan ditayangkan di televisi selama 35 tahun–mulai dari 1973 hingga 2008.
Kini, tepatnya mulai dari tanggal 1 Mei hingga 21 Juli 2019, Anda bisa menemukan kembali Dunia dalam Berita. Namun, tidak seperti program televisi sebelumnya, sekarang Dunia dalam Berita hadir dalam bentuk pameran seni kontemporer yang diselenggarakan di Museum MACAN.
Karya-karya yang ditampilkan pada pameran ini, berpusat pada dua peristiwa penting dalam perkembangan seni kontemporer di Indonesia yakni transisi dari era Orde Baru ke Reformasi. Juga pengaruh kultur pop global di Indonesia yang muncul dari demokrasi media dan visual.
“Pameran Dunia dalam Berita membahas hubungan antara praktik berkesenian dan pengaruh peristiwa politik di Indonesia pada sebuah periode penting dalam perjalanan negara ini. Reformasi memiliki dampak yang signifikan terhadap peningkatan kebebasan berekspresi, transformasi lanskap media massa dan ekspresi artistik. Peristiwa tersebut membuka kesempatan yang lebih luas bagi para perupa untuk mengakses informasi, dan memfasilitasi cara-cara baru untuk mengekspresikan ide kepada publik," ungkap Aaron Seeto, Direktur Museum MACAN, di acara konferensi pers, Senin (29/4).
Baca Juga : Ketandan Dalam Ingatan Warganya, Dari Rumah Kongsi Sampai Toko Emas
Nama Dunia dalam Berita sendiri diambil karena dirasa cukup pas untuk menggambarkan peristiwa penting sebelum dan sesudah reformasi.
"Sebagai sebuah ikon, program televisi Dunia dalam Berita mewakili berbagai perubahan politis, sosial dan teknologi yang terjadi dalam masyarakat Indonesia. Sebelumnya, bisnis media massa dikontrol secara ketat oleh negara. Namun, pascareformasi dan pengesahan undang-undang terkait kebebasan pers, perusahaan media dapat menawarkan program, termasuk hiburan, yang lebih beragam sehingga kemudian mengekspos masyarakat Indonesia terhadap kultur pop global," imbuh Aaron. Ini kemudian memengaruhi generasi perupa di Indonesia.
Dalam pameran tersebut, ditampilkan karya-karya dari sepuluh perupa kontemporer ternama di Indonesia. Mulai dari Agus Suwage, FX Harsono, Heri Dono, I Gak Murniasih, I Nyoman Masriadi, Krisna Murti, Mella Jaarsma, S. Teddy D, kelompok Taring Padi, dan Tisna Sanjaya.
Taring Padi mengekspresikan kritik sosial mereka lewat bahasa visual yang menyuarakan perlawanan dan pemberdayaan masyarakat lewat karya spanduk dan poster. Sedangkan Mella Jaarsma dan I GAK Murniasih mengeksplorasi tubuh dalam konteks politis dan gender dalam karya-karya mereka, mewakili identitas politik dalam kritik budaya.
Pada karya-karya I Nyoman Masriadi, S. Teddy D., Agus Suwage dan Tisna Sanjaya, teks dan visual populer muncul dalam gaya satir yang mengandung komentar kritis seputar peristiwa dan fenomena sosial. Perupa FX Harsono dan Krisna Murti menggunakan visual dari media massa (seperti iklan dan berita) untuk memaknai kembali situasi politis dan sosial pada masa itu. Sedangkan Heri Dono menginterpretasikan ulang visual tradisional untuk membahas isu sosial dan relasi kekuasaan dalam panggung politik nasional.
Baca Juga : Blanko Merah yang Menautkan Kisah Batik Tiga Negeri Di Pulau Jawa
Para perupa ini memberi pandangan yang ekstensif tentang masyarakat Indonesia dan keadaan sekitar mereka pada periode tersebut, dengan karakter artistik yang dipengaruhi oleh sirkulasi informasi di media massa, kultur pop global dan kosakata visual lokal di fase baru dalam demokrasi Indonesia.
"Dalam pameran ini, Dunia dalam Berita diinterpretasi ulang sebagai cara-cara para perupa melihat dunia lewat pemberitaan dan media massa, dan MACAN dengan bangga menampilkan karya-karya para perupa yang, melalui berbagai cara, memengaruhi cara publik memandang seni," pungkas Aaron.
Penulis | : | Gita Laras Widyaningrum |
Editor | : | Gita Laras Widyaningrum |
KOMENTAR