“Mereka tahu itu daerah bekas kuburan sang mayor,” Sam menulis. “Nisannya ditemukan sudah menjadi pijakan melintas gorong-gorong.”
Makam sang mayor itu berada di sekitar rumah susun dan Puskesmas Desa Dukusemar, demikian Sam bersaksi. Sayangnya makam mewah itu telah diratakan pada 1990, ungkap Sam, dan kini telah menjelma menjadi permukiman warga. “Mereka tahu itu daerah bekas kuburan sang mayor,” Sam menulis. “Nisannya ditemukan sudah menjadi pijakan melintas gorong-gorong.” Kemudian, Sam juga menambahkan, “Istana Binarong mungkin juga sudah lenyap pada 1922.”
Kenangan tentang orang Tionghoa terkaya di Cirebon pada awal abad ke-20 pun tampaknya sirna sudah. Tan Tjin Kie tidak sendirian. Sebagian besar opsir Cina lain di berbagai kota juga mengalami nasib serupa. Bagaimana mungkin makam-makam itu lenyap bak ditelan Bumi?
Agni Malagina, ahli sinologi dari Fakultas Ilmu Budaya di Universitas Indonesia, berkomentar soal minimnya makam para opsir Cina yang selamat melintasi zaman. Menurutnya, keturunan mereka tidak perhatian lagi lantaran garis keluarga sudah putus, atau banyak keturunan mereka yang tak lagi tinggal di Indonesia—mungkin terkait soal bisnis atau politik. Kemudian, berangsur-angsur makam keluarga itu terbengkalai, seolah tak bertuan, dan tergusur untuk permukiman warga pendatang. Salah satu alasan penggusuran, mungkin pemerintah tak lagi menjumpai sertifikat kepemilikan tanah itu.
Ketika zaman kemerdekaan," ungkap Agni Malagina, "makam-makam yang tanahnya luas dan cuma ada dua-tiga kuburan akhirnya diduduki warga.”
“Makam-makam kapitein atau mayor itu biasanya [berlokasi] di dekat rumahnya atau dimakamkan di tempat permakaman pribadi, bukan permakaman umum,” ujar Agni. Kompleks permakaman itu, imbuhnya, biasanya luas dan hanya berisi beberapa makam. “Ketika zaman kemerdekaan, makam-makam yang tanahnya luas dan cuma ada dua-tiga kuburan akhirnya diduduki warga.”
Kemegahan peradaban yang berakhir mengenaskan!
(Kisah ini terbit pertama kali dengan judul "Di Balik Pemakaman Megah Sang Mayor Cina di Cirebon" pada Rabu, 19 Agustus 2015 | 14:00 WIB)
Penulis | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR