Nationalgeographic.co.id - Seberapa sering Anda mendengar “selama kita yakin akan sesuatu maka suatu saat hal itu akan terjadi”? Mulai dari buku-buku psikologi sampai seminar pengembangan diri dan berbagai blog, banyak yang membicarakan manfaat berpikir positif.
Tentu, ada beberapa bukti yang menunjukkan hal itu. Sebuah penelitian menyatakan bahwa kita dapat menuai hasil positif, termasuk kesehatan dan kesejahteraan, dengan bersikap optimis.
Namun, bagaimana dengan orang-orang yang cenderung pesimistis? Apakah menjadi pesimistis itu selalu buruk? Penelitian terbaru menemukan bahwa beberapa bentuk pesimisme ternyata bermanfaat.
Baca Juga: Berbuat Baik Benar-Benar Membuat Kita Bahagia, Ini Alasan di Baliknya
Pesimisme bukan hanya sekadar berpikir negatif. Ilmu kepribadian telah mengungkapkan bahwa pesimisme juga mencakup sikap berfokus pada tujuan -– sesuatu yang diperkirakan akan terjadi di kemudian hari.
Bedanya, orang yang optimistis banyak berharap mendapat hasil positif, orang yang pesimistis justru menduga hasil negatif cenderung akan terjadi.
Ada tipe-tipe pesimisme tertentu, seperti “pesimis defensif” yang menggunakan pikiran negatif dengan cara yang sangat berbeda dan justru untuk mencapai tujuan-tujuan mereka.
Penelitian telah menunjukkan bahwa cara berpikir seperti ini tidak hanya membantu dalam meraih kesuksesan, tapi juga memberikan manfaat-manfaat yang tak terduga.
Akan tetapi ada tipe-tipe lain pesimisme, termasuk di dalamnya menyalahkan diri sendiri karena hasil buruk, yang memiliki lebih sedikit dampak positif.
Namun, bagaimana sebenarnya cara kerja pesimis defensif dan apa saja manfaat yang bisa didapat? Para peneliti menyatakan bahwa sikap pesimisme defensif adalah sebuah strategi yang dapat membantu orang dengan kecemasan berlebih untuk mengelola kecemasannya, sehingga mereka tidak lari dari masalah dan berusaha meraih tujuan.
Faktor penting dalam pesimis defensif adalah menetapkan ekspektasi yang rendah untuk rencana dan situasi tertentu –- misalnya, tidak berharap diterima setelah selesai wawancara kerja –- kemudian membayangkan kemungkinan-kemungkinan buruk yang akan terjadi.
Dengan ini, seorang dengan sikap pesimis defensif dapat merencanakan berbagai tindakan untuk memastikan kemungkinan buruk yang dibayangkan tidak akan terjadi –- misalnya, berlatih untuk wawancara kerja dan datang tepat waktu.
Source | : | The Conversation Indonesia |
Penulis | : | National Geographic Indonesia |
Editor | : | Gita Laras Widyaningrum |
KOMENTAR