Nationalgeographic.co.id— Dinosaurus yang diberi nama Allosaurus jimmadseni resmi diakui sebagai spesies baru. Peresmian dilaksanakan di Natural History Museum of Utah dan disebut sebagai dinosaurus tertua dalam spesies Allosaurus. Nama spesies baru itu diberikan oleh ahli palaeontologi Utah, James Madsen Jr, yang meninggal pada 2009 setelah penggalian dan mempelajari puluhan ribu tulang Allosaurus.
Peneliti memprediksi Allosaurus jimmadseni memiliki berat 1.800 kilogram dan panjang hingga delapan sampai sembilan meter. Dia merupakan predator teratas dalam ekosistemnya—dilihat dari kaki dan ekornya yang panjang, serta tangan panjang yang dilengkapi oleh tiga kuku tajam.
Dalam jurnal studi tentang Allosaurus jimmadseni yang dipublikasikan PeerJ, spesies ini pertama kali ditemukan di dataran Amerika Utara pada Juli 1990. Ia tertanam di batu besar seberat 2.700 kilogram. Peneliti pun harus menggunakan bahan peledak untuk menyingkirkan batu tersebut.
Baca Juga: Tabrakan Asteroid Picu Gunung Berapi dan Kepunahan Dinosaurus
Dalam jurnal itu dikatakan hanya ada dua spesies Allosaurus, fragilis dan jimmadseni, yang ditemukan di Amerika Utara. Namun, para peneliti beranggapan bahwa kemungkinan terdapat lebih dari 12 dinosaurus dalam spesies ini.
Daniel Chure, penulis utama dari jurnal studi tersebut mengira bahwa hanya ada satu spesies Allosaurus, yakni fragilis. Tetapi, penelitian mengungkapkan bahwa jimmadseni sudah berevolusi kurang lebih lima juta tahun sebelum sepupunya, fragilis, yang fosilnya ditemukan pertama kali pada 1877.
Mark Loewen, salah satu penulis jurnal studi tersebut menjelaskan bahwa tengkorak dari Allosaurus jimmadseni lebih ringan ketimbang Allosaurus fragilis, saudara sejenisnya. Itu bisa dilihat dari perilaku makannya yang berbeda dari keduanya. Hal unik lain dari spesies baru ini meliputi bentuk wajah yang membentang di bawah tengkoraknya yang pendek, mulai dari tanduk di depan mata hingga hidung, serta permukaan datar di bawah mata.
Salah satu penulis jurnal studi, Daniel Chure menyebutkan bahwa penemuan ini luar biasa, karena menghabiskan waktu kurang lebih mencapai 150 tahun.
Source | : | IFL Science |
Penulis | : | Aditya Driantama H |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR