Meski begitu, ada dua Valentine yang sangat menonjol. Namun, mereka tidak ada kaitannya dengan cinta.
Keduanya merupakan martir yang dihukum mati oleh Kaisar Romawi, Claudius, pada abad ke-3. Mereka diketahui sama-sama mati di tanggal 14 Februari, meski tahunnya berbeda.
Valentine pertama merupakan seorang pendeta yang ditangkap pada masa penganiayaan Romawi terhadap orang-orang Kristen. Ketika dibawa ke hadapan kaisar, Valentine menolak untuk melepaskan keyakinannya sehiingga ia ditahan di sebuah rumah. Kepala petugas keamanan menantang pendeta tersebut untuk menunjukkan kekuatan Tuhan dan ia pun mengembalikan penglihatan gadis muda yang buta. Melihat hal tersebut, semua penghuni rumah tahanan ikut memeluk agama Kristen. Ketika berita ini sampai ke Kaisar, Valentine pun dihukum mati.
Pendeta kedua, Uskup Valentine dari Terni juga dikenal dengan ‘mukjizat’-nya. Ia memiliki kemampuan untuk menyembuhkan penyakit. Seorang terpelajar pernah meminta Valentine mengobati anaknya yang tidak bisa berbicara dan meluruskan tubuhnya.
Setelah berdoa semalaman, Valentine berhasil menyembuhkan anak tersebut dan keluarganya akhirnya masuk agama Kristen.
Tak lama kemudian, Valentine ditangkap. Setelah menolak menganut paganisme oleh Kekaisaran Romawi, ia dipenggal.
Berkembang lewat syair
Hari Valentine sendiri tidak dikaitkan dengan sesuatu yang romantis hingga ribuan tahun selanjutnya. Jack B. Oruch, profesor di University of Kansas, menyatakan bahwa penyair Geoffrey Chaucer merupakan orang pertama yang menghubungkan Hari Valentine dengan romansa melalui puisinya yang berjudul The Parlement of Foules.
Menurut Oruch, Chaucer mungkin menghubungkan Hari Valentine dengan hal romantis karena Februari merupakan waktu di mana burung-burung Eropa mulai kawin.
Baca Juga: Sulawesi Utara, Provinsi dengan Penduduk Paling Romantis di Indonesia
Selanjutnya, penyair-penyair lain, seperti Shakespeare, mulai mengikuti langkah Chaucer dan membantu menciptakan konotasi romantis pada Hari Valentine seperti yang kita lihat hingga saat ini.
Source | : | National Geographic |
Penulis | : | Gita Laras Widyaningrum |
Editor | : | Gita Laras Widyaningrum |
KOMENTAR