Nationalgeographic.co.id— Pada masa pembelajaran biologi di sekolah, kita mengetahui bahwa ada 2 garis yang membagi kawasan flora dan fauna di Nusantara—seperti Garis Wallace dan Weber. Penggarisan tersebut menklasifikasikan bahwa ada 3 kawasan flora fauna di Nusantara, yakni asiatis, peralihan, dan australis.
Kini tak jauh dari Indonesia, Pulau Christmas yang sebelumnya diketahui berada di sebelah barat Garis Wallace ternyata menampung spesies yang sebagian besar identik dengan tipe peralihan maupun australis.
Alasan mengapa pulau ini tidak dihuni oleh fauna asiatis, Dr Jason Ali dari University of Hongkong dikarenakan adanya pergerakan geologis pada pulau ini pada 40 hingga 17 juta tahun yang lalu.
Baca Juga: Peneliti LIPI Temukan Empat Spesies Kumbang Baru di Maluku Utara
Dilansir dari IFL Science, Ali menyebutkan gerakan geologis purba itu membuat atol yang—di bawahnya memiliki gunung api laut—menjadi terangkat karena tabrakan lempengan Eurasia dan Australia. Kini atol purba itu menjelma Pulau Christmas.
Hasil Ali bersama kelompok penelitian tentang Pulau Christmas menyebutkan sangat sedikit hewan darat yang dapat mencapai pulau ini. Hal itulah yang menyebabkan pulau ini didominasi kepiting, dan sisanya dikuasai oleh vertebrata kecil—seperti tikus, kadal, dan tokek yang berkerabat dekat dengan hewan-hewan di timur Garis Wallace.
“Nenek moyang dari spesies-spesies tersebut kemungkinan besar akan tersapu di dasar pohon yang tumbang dari lantai vegetasi, kemudian diangkut oleh samudra besar yang dikenal sebagai Arus Lintas Indonesia,” terang Profeor Aitchison dari University of Queensland. Dia merupakan peneliti utama dalam kajian ini.
Uniknya, menurut Ali bahwa banyak burung yang tinggal di Pulau Christmas berasal dari kawasan timur Indonesia.
Baca Juga: Peneliti LIPI Temukan 10 Jenis Burung Baru di Sulawesi dan Maluku
“Banyak spesies burung melewati perbatasan. Tapi jika dilihat dari arah mata angin, mereka bertiup terutama dari Australia,” ujar Ali.
Ali beranggapan burung-burung asiatis yang tinggal di Jawa tidak membuat lompatan angin menuju Pulau Christmas karena angin dari Australia yang justru membawa burung-burung Australis menetap.
Penelitian yang dilakukan oleh Aitchison dan timnya bahwa penelitian ini dikembangkan dari pengujian genetik terkait hewan yang menempati pulau tersebut untuk melihat kekerabatan jenisnya.
“Pulau Christmas adalah tempat yang aneh dan unik, bukan hanya karena sejarah geologisnya, tetapi juga sejarah biologinya. Kami senang melihat penemuan aneh dan indah lainnya untuk berikutnya,” tutup Aitchison.
Source | : | IFL Science |
Penulis | : | Afkar Aristoteles Mukhaer |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR