Skala VEI (Volcanic Explosivity Index) merupakan ukuran relatif dari sebuah letusan gunung api. Skalanya dari 0 sampai 8. Salah satunya ialah mengukur volume ejecta (bahan yang dilemparkan).
Mengenai letusan Gunung Toba yang terjadi sekitar 74.000 tahun yang lalu. Awang Satyana mengutip Amborse bahwa peristiwa ini melontarkan material sejauh 2800 kilo meter kubik, membentuk kaldera 30x100 km, menyebabkan 6-10 tahun zaman es, dan menewaskan 90 % penduduk dunia.
Erupsi itu juga melemparkan abu vulkanik yang jauh ke stratosfer. Apa yang kita kenal sekarang dengan Pulau Samosir sebetulnya bagian dari Gunung Toba menurut Awang.
Pada 74 ribu tahun yang lalu iklim akibat letusan Gunung Toba pun berbahaya. Erupsi Toba telah menghancurkan dunia flora (genetic bottlenecking) yang luar biasa bila diukur dari taxonomic dari pohon. Begitu juga manusia yang saat itu sedang melakukan migrasi besar-besaran.
"Iklimnya berubah, matahari tidak bisa mencapai ke permukaan, fontosisntesis berkurang. Manusia saat itu bermigrasi, manusia yang bergerak di sekitar Asia terkena prahara abu vulkanik ke arah barat laut. itu mengubah sejarah migrasi manusia. dipredisi yang selamat hanya 10.000 orang," ucap Awang via Zoom (19/04/2020).
Ras saat itu terdiversifikasi. Melalui pemetaan genom dan DNA manusia ada dari Afrika dan memiliki turunan yang banyak. Jika kita melihat melihat rambut orang Afrika yang keriting, sekarang lebih bervariasi karena salah satu penyebabnya adalah erupsi Toba menurut Awang.
"Jadi ada DNA yang dulunya tunggal sekarang lebih bervariasi. Jadi ada ligkungan yang berubah saat itu. nah itu yang pernah dilihat bagaimana ras itu bervariasi, ada starting setelah letusan toba," ucap Awang.
Sejak tahun 2013, ada pengetahuan baru bahwa Gunung Api Samalas adalah saudara tua Gunung Rinjani pada publikasi ilmiah tahun 2003.
Gunung Samalas itu mulanya menutupi seluruh bagian Rinjani dan erupsi pun terjadi pada tahun 1257 M. Melontarkan 40 kilo meter kubik material yang membentuk kaldera 7.5 x 6 km/ Melontarkan 170 juta ton gas SO2 ke stratosfer dan menyebabkan anomali iklim dunia pada 1258-1260.
Awang mengatakan bahwa korban erupsi Samalas tak hanya letusan langsung saja namun juga perubahan iklim, sosial, ekonomi, dan politik secara global.
Sebelum diketahui bahwa gunung yang mengeluarkan erupsi bernama Samalas, para peneliti sudah berupaya menelaah dan memperkirakan bahwa ada erupsi besar yang terjadi disekitar tahun 1257-1258 yang menyebabkan stratosfer diselimuti aerosol dan memengaruhi perubahan iklim di Gunung Es Artic dan Antartic.
Penulis | : | Fikri Muhammad |
Editor | : | Gita Laras Widyaningrum |
KOMENTAR