“Itu (positif akibat vaksin) bisa terjadi bila vaksin virus yang hidup dilemahkan, di mana orang itu memiliki imun yang lemah, maka virus itu ketemu dengan temannya [di dalam], kemudian terjadi pertukaran gen. Di situ bisa menjadi pemaparan,” terangnya. “Tapi itu tidak terjadi pada vaksin ini, semua menggunakan yang sudah dimatikan.”
Ia juga menjelaskan, bahwa produksi vaksin Sinovac sendiri harus dipastikan tidak ada virus hidup yang lolos.
Menurutnya, kondisi yang menyebabkan orang yang sudah divaksin terkena virus karena kadar di dalam tubuh belum mencapai kondisi yang cukup untuk melindungi. Sebab dibutuhkan waktu agar vaksin dapat optimal, kemudian perlu dilakukan suntikan vaksin berikutnya agar kekebalannya lebih optimal.
“Ada jeda antara suntikan pertama hingga terjadinya proteksi itu selama satu bulan, ada yang tiga minggu, ada yang lebih satu bulan. Ketika kita baru beberapa hari kita terkena suntik vaksin, itu kita belum terproteksi,” ia berujar.
Meski vaksin Sinovac teruji klinis untuk mendapatkan izin EUA, Soebandrio menganjurkan agar proses vaksinasi dilakukan berhati-hati. Ia menduga bahwa kasus positif mungkin akibat dari proses vaksinasi sendiri yang kurang baik.
Vaksin Merah Putih
Demi memenuhi target kekebalan komunal sekitar 180 juta penduduk, Indonesia tak bisa bergantung begitu saja pada vaksin ekspor Tiongkok. Soebandrio menyebut, salah satu alasannya adalah agar Indonesia dapat mandiri menangani pagebluk.
“Sedangkan kebutuhan vaksin itu sekitar 200 juta dosis, kita membutuhkan jumlah vaksin ini sebanyak, minimum 175 juta orang divaksinasi dan masing-masing 2 kali atau 350 juta dosis,” terangnya. “Kita bisa bayangkan vaksin sebanyak itu tidak mungkin bergantung pada luar.”
Ia mengungkapkan, pengembangan vaksin ini dilakukan oleh berbagai lembaga akademis, seperti UNAIR, UGM, ITB, UI, dan LBM Eijkman itu sendiri. Pengembangan hingga tahap uji klinis akhir diperkirakan tuntas di tahun depan.
Untuk dapat diberikan kepada masyarakat, para peneliti vaksin perlu mengetahui bagaimana keamanannya. Soebandrio berujar, vaksin harus memiliki rasio perbandingan antara manfaat yang lebih tinggi daripada risikonya.
Baca Juga: Langkah Panjang Vaksinasi Demi Hadapi Pagebluk di Hindia Belanda
Manfaat unggul dari vaksin harus mencakup kuasa penyebarannya, kemampuannya menekan angka kematian, perlindungan, dan kemampuannya agar membuat penyakit tidak parah. Sedangkan risiko yang dapat diabaikan seperti efek simpang berupa pegal dan demam ringan.
Soebandrio menyebut bahwa pengembangan vaksin Merah Putih ini masih dalam uji klinis agar memastikan keamanannya untuk masyarakat. Vaksin Merah Putih berusaha agar dapat lolos di uji klinis fase III supaya mendapatkan EUA.
“Vaksin Merah Putih tetap berkomitmen menyelesaikannya sesuai peraturan dan pedoman yang berlaku,” pungkasnya
Penulis | : | 1 |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR