Nationalgeographic.co.id—Hasil sebuah riset terbaru mengungkapkan bahwa Neanderthal memiliki kemampuan untuk mendengar dan menghasilkan ucapan dengan cara yang sangat mirip dengan manusia modern. Dalam riset ini, para peneliti evolusi dan antropologi menggunakan CT scan resolusi tinggi untuk membandingkan model 3D virtual dari struktur telinga pada Homo sapiens dan Neanderthal, manusia purba yang dianggap sebagai kerabat manusia modern.
Para peneliti menemukan bahwa jauh dari gagasan tradisional tentang geraman manusia gua, Neanderthal memiliki kemampuan yang sama untuk menghasilkan suara ucapan seperti manusia modern dan sistem pendengaran mereka juga sebaik kita. Telinga Neanderthal "disetel" untuk menangkap frekuensi suara seperti telinga manusia.
Riset yang dibuat oleh para ilmuwan dari Spanyol dan AS ini juga mengungkapkan Neanderthal, seperti manusia, mampu menikmati bandwidth pendengaran yang lebih luas dan bisa membedakan sebagian besar sinyal suara yang berlainan. Kemampuan membedakan sinyal-sinyal suara ini memungkinkan mereka untuk menggunakannya ke dalam sistem komunikasi lisan mereka.
"Ini benar-benar kuncinya," kata Mercedes Conde-Valverde, profesor paleoantropologi di Universidad de Alcalá di Spanyol yang menjadi penulis utama dalam laporan hasil riset ini, seperti dilansir Independent.
"Adanya kemampuan pendengaran yang serupa, terutama bandwidth, menunjukkan bahwa Neanderthal memiliki sistem komunikasi yang serumit dan seefisien cara bicara manusia modern."
Baca Juga: Studi DNA Ungkap Hubungan Seks Antar Spesies Manusia dan Neanderthal
Para peneliti mengatakan bahwa Neanderthal tampaknya mampu menghasilkan kata-kata sederhana yang digunakan manusia modern, seperti "halo" atau "oke". Juga kata-kata lainnya yang memiliki arti bagi mereka.
Manusia modern dan Neanderthal adalah spesies dari genus yang sama, yakni Homo, tetapi memiliki karakteristik yang berbeda. Ada bukti bahwa keduanya melakukan kawin silang sampai batas tertentu puluhan ribu tahun yang lalu.
Hal terpenting dari riset terbaru yang hasilnya telah terbit pada di jurnal Nature pada 1 Maret 2021 ini, adalah adanya peningkatan penggunaan kata konsonan dalam kemampuan bicara Neanderthal. Adapun riset-riset sebelumnya di bidang ini baru difokuskan pada kapasitas Neanderthal untuk menghasilkan suara vokal.
Baca Juga: Homo Erectus Bumiayu, Temuan Arkeologi Manusia Purba Tertua di Jawa
"Kami merasa penekanan ini salah tempat, karena penggunaan konsonan adalah cara untuk memasukkan lebih banyak informasi dalam sinyal vokal dan juga memisahkan ucapan dan bahasa manusia dari pola komunikasi di hampir semua primata lainnya," kata profesor antropologi dari Binghamton University, Rolf Quam, yang juga terlibat dalam riset.
"Fakta bahwa riset kami menyoroti hal ini adalah karena ini merupakan aspek yang sangat menarik dari penelitian dan merupakan petunjuk baru mengenai kapasitas linguistik pada fosil nenek moyang kita."
Fosil tengkorak yang digunakan dalam riset ini diambil dari Atapuerca, dekat Burgos di Spanyol utara, di mana bukti paling awal tentang manusia di Eropa Barat telah ditemukan. Selain tengkoraknya, bagian lain fosil yang ditemukan adalah fragmen tulang rahang dan gigi yang berumur 1,2 juta tahun.
Dari riset ini diketahui bahwa perubahan kapasitas pendengaran pada Neanderthal, dibandingkan dengan nenek moyang mereka dari Atapuerca, mendukung bukti arkeologis yang menunjukkan pola perilaku yang semakin kompleks pada manusia purba. Pola yang kompleks ini juga ditemukan dengan adanya perubahan dalam teknologi perkakas batu dan penjinakan api yang dibuat dan digunakan manusia purba.
Baca Juga: Mengenal Ardi, Spesies yang Diduga sebagai Nenek Moyang Manusia
"Hasil ini sangat memuaskan," kata Ignacio Martinez, peneliti antropologi dari Universidad de Alcála Spanyol yang turut terlibat dalam riset ini.
"Kami yakin, setelah lebih dari satu abad penelitian atas pertanyaan ini, bahwa kami telah memberikan jawaban konklusif untuk pertanyaan tentang kapasitas bicara Neanderthal."
Source | : | Nature,Independent |
Penulis | : | Utomo Priyambodo |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR