Nationalgeographic.co.id - Ada saat-saat pesanan makanannya di restoran dan kafe diabaikan. Layanan yang dia terima buruk dibanding senyuman ke pelanggan lain.
Di lain waktu, ia telah di-catcall dan didekati laki-laki, kadang sendirian atau berpasangan, diminta berfoto dengan mereka.
Pujian yang datang kepadanya juga seringkali mengandung hinaan. "Saya telah diberi tahu bahwa saya terlalu cantik untuk menjadi hitam," cerita Nancy Lova, seorang pejalan perempuan berkulit hitam bertutur di CNN.
Namun ada tempat-tempat yang berbeda dalam tiap budaya di mana ia merasa seperti di rumah. Seperti Udaipur, Undia, di mana penduduk setempat menyambut dan berusaha cari tahu lebih tentang Lova tanpa memerhatikan warna kulitnya.
"Di sini, baik pria maupun wanita manis dan penuh hormat dan saya sering terlibat dalam percakapan yang bermakna dengan mereka di pasar, kuil, atau saat berkeliling dengan tuk-tuk," katanya.
Mereka berbicara tentang agama, makanan, dan dongeng India kuno. Hal itu membuat Lova merasa lebih dekat dengan India dan orang-orang di sana.
Baca Juga: Pusparagam Cycloop: Memuliakan Perempuan dengan Hutan Perempuan
Kecantikan hadir dalam berbagai bentuk, ukuran, dan warna, tetapi banyak negara dan kota memiliki standar kecantikannya sendiri.
Dari ritual peregangan telinga di beberapa bagian Afrika hingga pemakaian cincin kuningan yang berat di leher wanita di Myanmar, sampai taraf tertentu dapat dimengerti bagaimana sejarah panjang berbagai budaya berperan dalam bagaimana kecantikan terlihat di beberapa negara. tempat.
KOMENTAR