Nationalgeographic.co.id—Mulai dari sampah plastik hingga serpihan jala ikan yang melayang-layang di lautan, menjadi ancaman rusaknya lingkungan perairan dunia. Limbah seperti itu diperkirakan berhubungan dengan aktivitas manusia seperti pariwisata hingga industri yang mencemar lingkungan.
Untuk itu, Thomas Bell dari Partnerships in Environmental Management for the Seas of East Asia (PEMSEA) menyebut perlunya pemahaman dan manajemen kesadaran lingkungan yang berkelanjutan di beberapa negara yang memiliki kawasan laut lewat ekonomi biru (blue economy).
Sehingga, lingkungan laut tetap terjaga sambil beriringan dengan perkembangan ekonomi. Terlebih, bagi negara-negara yang memiliki kawasan perairan, laut adalah sumber pemasukan utama baginya.
Baca Juga: Di Antara Perairan Surgawi Papua, Leluhur Nusantara Membuat Coretan Unik Tentang Perjalanan Manusia
"Tentunya ini (ekonomi biru), karena konsepnya relaitf baru dan masih dalam pengembangan, jadi tentunya banyak pandangan terkait ini," ujarnya dalam Youth International Forum on Spice Route yang digelar Negeri Rempah.
Setidaknya, ia menyebutkan ada beberapa kunci yang dapat difokuskan untuk penerapan ekonomi biru ini, yakni ekoturisme, perikanan, pencegahan zat-zat berbahaya, penanggulangan risiko bencana, hingga manajemen penggunaan lahan.
Tetapi yang jadi faktor penting dalam mengatur lautan dan pesisir demi pembangunan ekonomi demi menjaga lingkungan, perlu diperhatikan pada penggunaan energi, ketersediaan air bersih, dan manajemen penggunaan lahan.
Penulis | : | Afkar Aristoteles Mukhaer |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR