BNPB juga mencatat setidaknya ada 8 orang meninggal dunia, 1 orang luka berat berat, 2 orang mengalami luka sedang, dan 36 orang luka ringan akibat gempa ini. Kebanyakan dari mereka meninggal dunia akibat tertimpa material bangunan.
Menurut Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami BMKG Bambang Setiyo Prayitno, gempa ini memang menimbulkan cukup banyak kerusakan. "Kerusakan ini dipengaruhi oleh kualitas bangunan dan kondisi geologis setempat," jelas Bambang.
Baca Juga: Kiat Siaga Bencana Banjir dari National Geographic untuk Indonesia
Kepala Bidang Mitigasi Gempa Bumi dan Tsunami BMKG Daryono juga menyatakan bahwa banyaknya kerusakan akibat Gempa Malang yang sebenarnya "hanya" tergolong sebagai gempa menengah ini adalah akibat kurangnya penerapan mitigasi gempa di tengah-tengah masyarkat, terutama terkait upaya pendirian bangunan tahan gempa. "Melihat banyaknya rumah yang rusak yang terjadi akibat gempa M 6,1 ini, menunjukkan bahwa struktur bangunan masyarakat kita ternyata masih sangat rentan,” ujarnya.
Daryono mewanti-wanti masyarakat supaya memperkuat struktur bangunan tempat tinggalnya. Untuk bangunan tembok, harus diperkuat dengan besi tulangan sesuai standar bangunan tahan gempa. Alternatif lainnya, jika tidak sanggup membuat bangunan tembok dengan kualitas tahan gempa, masyarakat dapat mendirikan bangunan berbahan ringan, seperti kayu dan bambu.
Bagaimanapun, Daryono menekankan, "gempa tidak melukai dan tidak menimbulkan korban meninggal. Namun bangungan yang roboh itu yang menyebabkan korban luka dan korban meninggal."
Baca Juga: Melihat Ulang Ancaman Sesar Lembang yang Disebut Membahayakan Bandung
Daryono juga memperingatkan masyarakat, Gempa Malang ini merupakan tanda bahaya bagi masyarakat di selatan Jawa Timur, bahkan seluruh selatan Pulau Jawa. ”Ancaman sumber gempa subduksi lempeng selatan Jawa itu nyata dan kita harus waspada,” tegasnya.
Menurut catatan Daryono, kawasan selatan Malang memiliki sejarah perulangan gempa yang merusak. Catatan masa lampau menunjukkan kawasan ini pernah beberapa kali mengalami gempa merusak, misalnya gempa pada tahun 1896, 1937, 1958, 1962, 1963, 1967, 1972, dan 1998.
Adapun terkait wilayah Jawa secara keseluruhan, Daryono juga mencatat, selama 30 tahun terakhir pulau ini telah diguncang enam gempa berkekuatan lebih dari 6,0 Magnitudo sehingga menyebabkan kerusakan dan korban jiwa. Daryono merinci, gempa-gempa tersebut adalah Gempa dan Tsunami Jawa Timur (M 7,8) pada 1994, Gempa dan Tsunami Pangandaran (M 7,7) pada 2006, Gempa Tasikmalaya (M 7,0) pada 2009, Gempa Tasikmalaya (M 6,9) pada 2017, Gempa Lebak (M 6,1) pada 2018, serta Gempa Banten (M 6,9) pada 2019.
Baca Juga: Satu Tahun GRID STORE: Tersedia Layanan Pelanggan Majalah-el Berdiskon
Megathrust Bisa Meledak Kapan Saja, Tas Ini Bisa Jadi Penentu Hidup dan Mati Anda
Penulis | : | Utomo Priyambodo |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR