Penemuan delapan spesies tumbuhan baru ini tejadi di waktu dan lokasi yang berbeda. Menurut Destario, tidak semua dari tumbuhan tersebut yang peneliti LIPI temukan langsung di alam. Sebab, ada pula tumbuhan yang merupakan hasil penemuan BKSDA yang kemudian diteliti bersama-sama.
"Tujuh dari delapan spesies tampaknya hanya tersebar di area yang relatif sempit, sehingga diduga lebih rentan terhadap ancaman kepunahan seandainya terjadi degradasi habitat maupun overcollecting," kata Destario, seperti dikutip dari ANTARA.
Baca Juga: Ilmuwan Temukan Makhluk Aneh yang Hidup di Bawah Lapisan Es Antartika
Destario menjelaskan satu per satu tumbuhan yang ia temukan. Bulbophyllum acehense adalah spesies tumbuhan anggrek epifit yang tumbuh alami di pegunungan hutan Aceh Tengah, Provinsi Aceh. Anggrek tersebut memiliki perbungaan tunggal yang bermunculan dari bagian ruas-ruas rhizomenya.
Bunganya berwarna kuning cerah mengkilap berlilin dengan corak halus garis-garis kuning yang lebih pekat. Walaupun ukuran bunganya hanya berkisar 1,7-2 sentimeter, bunga ini memiliki bentuk unik yang mana bagian lateral sepalnya terpilin kuat ke belakang.
Spesies anggrek baru yang hasil penelitiannya sudah terbit di jurnal nasional Biologi Tropis itu, menurut Destario, memiliki keunikan pada bagian bibir bunganya yang menekuk tajam ke bawah seperti pengait. Epithet spesies menggunakan nama Provinsi Aceh sebagai petunjuk bahwa kawasan Aceh memiliki keunikan diversitas anggrek yang tinggi.
Selanjutnya Dendrobium rubrostriatum juga merupakan anggrek epifit yang tumbuh menempel di kulit batang pepohonan. Susunan daunnya berevolusi secara unik membentuk seperti gergaji pipih dengan panjang total hingga mencapai 43 sentimeter.
Sepal petal bunga berwarna dasar krem dengan garis-garis memanjang merah keunguan. Spesies baru itu ditemukan di hutan dataran rendah Kalimantan Barat pada ketinggian 200-300 meter.
Dendrobium rubrostriatum adalan tumbuhan endemik Pulau Kalimantan. Sebarannya diduga dari Kalimantan Barat, Sarawak, hingga ujung utara pulau yaitu di Sabah. Menurut Destario, penelitian yang publikasinya terbit di jurnal internasional Phytotaxa itu memerlukan waktu panjang hingga enam tahun lamanya demi memperoleh data-data spesies pembanding yang akurat.
Lalu ada Nepenthes putaiguneung yang merupakan jenis tumbuhan karnivora yang lebih akrab disebut dengan nama tumbuhan kantung semar atau periuk monyet. Indonesia merupakan salah satu gudang pusat keanekaragaman spesies tumbuhan Nepenthes di dunia. Setidaknya sekitar 75 spesies tumbuhan Nepenthes tumbuh di seluruh kepulauan Indonesia, tapi sebagian besar berada di kawasan Pulau Sumatra.
Penelitian Nepenthes yang menghasilkan jurnal ilmiah baru tersebut merupakan kolaborasi dengan Dee Dee Al Farishy, yang saat itu sebagai mahasiswa biologi Universitas Indonesia, di mana Destario menjadi salah satu pembimbingnya. Penelitian berlangsung selama enam tahun sejak 2014 untuk memastikan perbandingan data morfologi dilakukan secara cermat dan akurat.
Nama epithet “putai guneung” berasal dari bahasa lokal Kerinci, yaitu “putai” (puteri) dan “guneung” (gunung) yang merujuk dari keanggunan sosok spesies dataran tinggi itu yang menyerupai puteri gunung. Spesies baru tersebut diduga endemik Pulau Sumatra dan memerlukan perlindungan khusus dari perubahan habitat serta ancaman pengkoleksian tak terkendali. Penelitian ini berkolaborasi pula dengan peneliti dari Inggris dan diterbitkan di jurnal internasional Phytotaxa.
Baca Juga: 'Peta Kehidupan' Baru: Indonesia Punya Banyak Hewan Tak Dikenal
Selanjutnya, Dendrobium sagin merupakan anggrek spesies baru berbunga indah dari hutan alami di Papua Barat. Penelitian spesies ini merupakan hasil kolaborasi Destario dengan Reza Saputra selaku penulis utama.
Menurut Destario, Reza adalah staf pengendali ekosistem hutan Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Papua Barat. Reza juga pernah menjadi mahasiswa biologi Universitas Indonesia dan pernah dibimbing Destario.
Source | : | ANTARA,Science Alert |
Penulis | : | Utomo Priyambodo |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR