Vughan Lowe dan tim dalam buku The United Nations Security and Council War: the Evolution of Thought and Practice since 1945 (2008), Amerika Serikat mengkhawatirkan dampak politik dari konfrontasi ini.
Presiden Amerika Serikat, David Eisenhower meminta DK PBB untuk menghentikan konfrontasi dan mengadakan gencatan senjata. Melihat Uni Soviet berhasil melakukan uji coba bom hidrogen pada November 1955, Eisen Hower takut negeri komunis itu mengancam serangan roket ke London, Paris, dan Tel Aviv.
Kekhawatiran Barat lainnya juga ditulis oleh G. C. Paden dalam The Historical Journal (Vol. 5 Issue 4 tahun 2012), bahwa sejak 1954, Nasser mengadakan propaganda anti-Inggris, menolak perjanjian Baghdad, dan mulai mengimpor senjata dari negeri-negeri Soviet.
Maka usaha pertama kali yang dilancarkan oleh Amerika Serikat adalah memberi tekanan finansial pada Inggris, dan menolak bantuan Prancis atas embargo minyak yang dilakukan Arab Saudi.
Usaha ini akhirnya berhasil menarik militer Inggris dan Prancis pada Desember 1956 lewat masuknya tentara UNEF di Sinai. Israel yang menolak kehadiran UNEF akhirnya meninggalkan baru meninggalkan Sinai pada Maret 1957, setelah menghancurkan berbagai infrasktruktur dan pemukiman di sana.
Berdasarkan catatan Vughan Lowe dan tim, akhirnya Terusan Suez dibuka kembali sepenuhnya tanggal 24 April 1957.
G. C. Paden menulis, bagi Inggris, tekanan dari Amerika Serikat berdampak jelas pada posisinya di NATO. Kesulitan Inggris lainnya di masa itu, juga dibutuhkan Inggris untuk mendukung Malaysia yang mengalami konfrontasi dengan Indonesia.
Penulis | : | Afkar Aristoteles Mukhaer |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR