Cara mengikatkan papan-papan tersebut dengan gading-gadingnya adalah dengan menggunakan tali ijuk yang terbuat dari serat pohon aren. Serat-serat pohon aren dipilin-pilin dan kemudian diatur sehiungga menjadi seperti tali.
“Uniknya, tali serat pohon aren ini kalau kena air laut, justru tambah kuat, sama kayak kayu pohon nibung. Nah, teknik ini sudah dikenal di Asia tenggara sejak abad 1 masehi,” ucap Abe.
Menurut Abe, teknik pembuatan perahu seperti ini dianggap sudah selesai di abad-13 masehi. “Maksudnya belum ketemu lagi perahu-perahu sejenis di abad berikutnya. Nah ternyata ketemu perahu di Jambi ini yang berasal dari awal abad 16 Masehi.”
“Jadi dia ada di peralihan sebelum orang-orang di Nusantara mengenal perahu Eropa. Nah setelah itu memang orang-orang di Nusantara lebih banyak bikin perahu gaya Eropa yang pakai paku besi, pakai paku logam, dan bikin kerangkanya dulu.”
Abe meyakini perahu kuno yang ditemukan di Jambi ini merupakan sisa peradaban Kerajaan Zabag (Sabak) yang terletak di antara daratan India dan Tiongkok serta berada di garis ekuator. Kerajaan ini merupakan kerajaan maritim berbudaya Islam yang terkenal dengan kemampuan penjelajahan kapal-kapal mereka. Wilayah kerajaan ini diduga juga mencakup sebagian wilayah Nusantara, yakni Sumatra dan Jawa.
Baca Juga: Kisah Tragis Zaman VOC: Bangkai Kapal Batavia dan Kekejian Perompak
Berdasarkan catatan kuno, perahu Sabak juga telah sanggup berlayar ke Persia yakni ke Pelabuhan Siraf di Iran atau Persia sekitar abad ke-10 Masehi. Ciri-ciri perahu kuno yang ditemukan di Jambi ini juga mirip dengan perahu-perahu dari Kerajaan Sabak yang menggunakan teknik papan pengikat dan kuping pengikat.
Di sisi lain, bangsa Eropa baru dikenal sebagai penjelajah dunia pada sekitar abad ke-14 Masehi. Jadi, sangat mungkin bahwa para pelaut Nusantara yang merupakan nenek moyang orang Indonesia sudah lebih dulu menjelajahi dunia dibanding para pelaut Eropa.
Penelitian yang digarap Abe dan timnya ini merupakan hasil kerja sama antara UI dengan Pemerintah Daerah Tanjung Jabung Timur. Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan kualitas pariwisata di lokasi Suaka Peninggalan Sejarah dan Purbakala Provinsi Jambi.
"Situs tersebut terletak di lokasi transmigrasi yang terbilang cukup sepi. Diharapkan berdasarkan penelitian ini, pengolahan pariwisata daerah tersebut dapat dilakukan dan situs ini dapat menjadi media pembelajaran bagi masyarakat umum," tutur Abe menjelaskan.
Ali memaparkan hasil penelitiannya itu di dalam seminar bertajuk Watercraft of the Islamicate World pada Selasa, 27 April 2021, yang diadakan secatra virtual. Hasil penelitiannya itu ia presentasikan dengan judul “The Lambur Shipwreck: Archaeological excavation in Tanjung Jabung Timur, Jambi, Indonesia”.
Dikutip dari situs Kemdikbud.go.id, seminar Watercraft of the Islamicate World merupakan kegiatan yang digelar oleh The Centre for Islamic Archaeology of the Institute of Arab & Islamic Studies (IAIS) University of Exeter. Universitas di Inggris ini merupakan salah satu universitas terkemuka dunia yang memiliki ranking 164 menurut QS World University Rankings pada tahun 2020.
Kegiatan seminar ini diikuti oleh para peneliti dari berbagai negara di dunia. Pada seminar tahun ini Abe merupakan satu-satunya pembicara yang mewakili Indonesia.
Source | : | kemdikbud.go.id,Universitas Indonesia |
Penulis | : | Utomo Priyambodo |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR