Nationalgeographic.co.id—Saat itu tahun 80-an dan Imelda Marcos sedang berada di New York untuk berbelanja dan liburan. Meskipun keluarga Marcos memiliki townhouse mewah di East 66th Street, Imelda menggunakan mansion itu hanya untuk pesta. Saat mengunjungi kota, dia lebih seuka menginap di hotel Waldorf Astoria.
"Suatu hari, Madame Marcos berkata kepada saya, 'saya ingin anda pergi bersama saya ke Cartier, saya ingin memilih beberapa hadiah natal,'" temannya, Nikki Haskell mengenang kepada Town & Country. "Dia berkata 'silakan datang ke hotel'."
"Saya sampai di hotel, dan dia memiliki salah satu suite yang besar ini," kata Haskell. "Ada 100 helai mutiara 30 milimeter yang berubah dari hitam menjadi putih. Saya berkata, 'Madame Marcos, mengapa Anda memiliki semua mutiara itu di tempat tidur? Dan dia berkata, 'ini memberi saya keberuntungan.'"
Imelda menghabiskan lebih dari dua dekade sebagai Ibu Negara Filipina. Selama itu, ia dan suaminya dikatakan telah mengumpulkan kekayaan secara ilegal, mendekati $10 miliar. Namun keberuntunganya berubah pada awal 1986, ketika sebuah revolusi di Filipina memaksa keluarga Marcos diasingkan ke Hawaii.
Ferdinand Marcos meninggal pada 1989 dan Imelda diizinkan kembali ke Filipina, di mana ia memenangkan empat pemilihan Dewan Perwakilan Rakyat. Meskipun pada tahun-tahun itu juga ditandai dengan serangkaian tuntutan hukum atas tuduhan korupsi.
Baca Juga: Bayanihan, Semangat Gotong Royong dan Membantu Sesama Ala Filipina
Saat usianya 90 tahun pada 2019 lalu, Imelda menjadi sorotan dalam film dokumenter berjudul The Kingmaker, yang menulusuri perjalananya dari pemenang kontes kecantikan hingga ibu negara dan memimpin dinasti politik yang kuat.
Bagi banyak orang, Imelda akan selamanya dikenal sebagai istri diktator yang mencolok. Saat diserbu oleh kaum revolusioner pada 1986, ditemukan 1.200 pasang sepatu di ruang gantinya. Kejatuhannya itu saat ia berada di puncak ketenarannya di luar negeri, di mana terlihat akrab dengan kepala negara bahkan Paus.
Salah satu bagian menarik dari film dokumenter ini ialah bagaimana Imelda di sirkuit internasional menghabiskan waktu bersama bangsawan, raksasa industri, bintang film, dan banyak lagi.
Baca Juga: Penemuan Fosil Badak Tulis Ulang Sejarah Manusia Purba di Filipina
Haskell bertemu Imelda sekitar tahun 1981 di sebuah pesta untuk mempromosikan Festifal Film Manila di Hotel Carlton di Cannes. Acara ini diselenggarakan oleh Ira Von Furstenberg, seorang sosialita internasional yang gemerlap dengan koneksi jet-set yang amat didambakan Imelda.
Ira bukan hanya putri bangsawan Jerman, tapi ia juga keponakan dari ketua Fiat Gianni Agnelli. Ia juga saudara ipar desainer New York Diane von Furstenberg. Ira juga dekat dengan desainer Italia Valentino Gravani.
Penampilan Imelda di pesta Ira merupakan simbol dari status sosialnya yang terus berkembang. Sampai saat itu, Imelda menjadi pendatang yang tidak diinginkan di kancah internasional. Kabel diplomatik AS yang diterbitkan oleh Wikileaks mencatat bagaimana dia "mengundang dirinya sendiri" ke pelantikan Presiden Richard Nixon. Serta dedikasi Sydney Opera House di Australia, di mana ia "berusaha untuk mengalahkan" Ratu Elizabeth II.
Imelda mungkin hanya anak seorang pengacara Manila yang tidak dikenal, tetapi melalui panjat sosial dan didandani dengan baik di pesta Cannes, dia segera bergandengan dengan elite Barat.
Baca Juga: Hewan Laut Misterius Terdampar, Warga Filipina Anggap Pertanda Buruk
Saat di Waldorf, Imelda menghadiri pesta dengan Ratu Thailand, Paloma Picasso, dan Clare Boothe Luce. Malcolm Forbes juga memberinya pesta di kapal pesiarnya, di mana para tamu termasuk Lee Radziwill dan Andy Warhol datang. Dalam buku catatan Warhol, ia menyaksikan Imelda menyanyikan 12 lagu setelah makan malam.
Warhol juga menghadiri jamuan makan malam kenegaraan Presiden saat Nancy Reagan melemparkan keluarga Marcos ke taman Gedung Putih. Malam itu Warhol mengatakan pada repoter Washington Post bahwa itu adalah "hal terbaik yang pernah saya kunjungi dalam hidup saya."
Acara itu dihadiri oleh Oscar de la Renta, Arlene Dahl, Margot Fonteyn, John and Patricia Kluge, Diane Sawyer, dan Jerry Zipkin.
Pencitraan Imelda sebagai kaum jet-set tidak mengesankan semua orang. Banyak orang menyamakannya dengan mendiang Ibu Negara Argentina, Eva Peron yang menjadi wajah fasis internasional rezim suaminya.
"Dia sama sekali tidak suka dibandingkan dengan Eva Peron,' kata Haskell. "Dan dia juga tidak terlalu senang dengan julukan Iron Butterfly."
Imelda merasa bahwa Jaqueline Kennedy adalah perbandingan yang lebih tepat. Penulis biografinya, Karherine Ellison berkata.
"Ketika Marcos terpilih pada 1965, mereka secara sadar menata diri mereka sendiri setelah keluarga Kennedy. Mereka akan menjadi Camelot Filipina dan dia akan menjadi Jackie."
Selain menulis Imelda: Steel Butterfly of the Philippines, Elison mendapat Pulitzer Prize 1986 untuk karyanya saat melacak miliaran dollar yang dituduh dijarah oleh Marcos dari negara mereka. Uang itu diduga digunakan untuk mendanai beberapa pembelia reals estate New York, sera pesta-pesta mewah yang diadakan di townhouse mereka.
"Dia benar-benar pemboros, jadi setiap kali anda berada di orbitnya, ada banyak kesenangan yang bisa didapat," kata Ellison.
The New York Times melaporkan mansion itu berisi karpet Persia, harpsichord 1763, dan perlengkapan kamar mandi emas, karya Picasso, van Gogh, dan Brueghel the Younger.
Haskell yang menghadiri beberapa pesta di sana mengatakan bahwa lantai atas adalah ruang dansa lengkap dengan bola disko. Tamu yang sering hadir seperti Franco Rosselini, pembuat film Italia dan Adnan Khashoggi, miliarder Saudi, dan Van Cliburn, seorang pianis.
Baca Juga: Paus di Filipina Mati dengan 40 Kilogram Sampah Plastik di Perutnya
Kemewahan-kemewahan itu tidak ada apa-apanya dibanding apa yang ia buat di Filipina. Festifal Film manila adalah alasan sempurna untuk memikat bintang film Tony Curtis, Brooke Shields, Jeremy Irons, dan Michael York ke kerajaanya.
Dekorasinya seperti istana Prancis dan di dindin ada dua guci Limoges raksasa setinggin enam atau tujuh kaki. Dua orang dekat tangga menuangkan guci itu dengan kaviar.
Empat tahun kemudian, keluarga Marcos diusir dari Filipina dan memicu tindakan pengadilan selama beberapa dekade.
Cindy Adams, kolumnis lama New York Post, mengenang mengunjungi Imelda di Waldorf pada 1968 selama persidanganya atas tuduhan pemerasan federal.
"Saya bersembunyi di kamar mandi ketika Doris Duke datang untuk memberinya lima juta dolar yang dia butuhkan untuk mendapatkan jaminan," kata Cindy Adams kepada Town & Country. "Dia tidak tahu aku mengendarkan di sisi lain pintu."
Imelda selalu membantah melakukan kesalahan dan terus melakukanya. Pada dokumenter The Kingmaker, surat perintah penangkapan dikeluarkan pada November 2018, dalam akhir dokumenter dijelaskan bahwa tuduhan gagal muncul di pengadilan Filipina untuk sidang korupsi lainnya.
Ellison, bahkan sempat bertanya langsung tentang uang yang hilang itu, dalam wawancara dua jam di istana presiden pada 1985 Imelda berkata. "Hati nurani saya bersih," katanya dengan tenang. "Jika saya korup, itu akan terlihat di wajah saya."
Baca Juga: Foto-foto Menyedihkan dari Pencemaran Plastik di India dan Filipina
Source | : | Berbagai Sumber |
Penulis | : | Fikri Muhammad |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR