“Ekolokasi di semua spesies genus memang mengejutkan kami,” kata Peng Shi, penulis senior studi tersebut, seorang peneliti di Kunming Institute of Zoology di Chinese Academy of Sciences, seperti diberitakan National Geographic.
Sampai saat ini, hanya ada dua kelompok mamalia dengan kemampuan ekolokasi yang telah dipelajari dengan baik, yakni kelelawar dan cetacea. Kelompok cetacea ini meliputi paus, lumba-lumba, dan porpoise.
Ada beberapa bukti bahwa celurut dan tenrec —kelompok beragam mamalia kecil yang endemik di Madagaskar— juga dapat melakukan ekolokasi, meskipun hampir pasti tidak seefektif kelelawar dan cetacea. Shi mengatakan bahwa kemampuan ini kemungkinan telah berevolusi secara independen dalam lima garis keturunan mamalia yang berbeda. Beberapa jenis burung misalnya, termasuk burung minyak dan burung walet, menggunakan bentuk ekolokasi yang lebih sederhana.
Baca Juga: Wabah Tikus Melanda Australia Timur: Pasien-Pasien Rumah Sakit Digigit
Pada tahun 2016, Aleksandra Panyutina, seorang ahli biologi dari Severtsov Institute of Ecology and Evolution di Moskow, menghasilkan bukti bahwa tikus-tikus kerdil Vietnam dapat menghindari rintangan di dalam laboratorium dalam kondisi gelap total. Dia merekam beberapa suara tikus-tikus itu, yang memiliki frekuensi dan irama yang mirip dengan kelelawar yang melakukan ekolokasi: bernada sangat tinggi dan berulang, dalam beberapa kasus, puluhan kali per detik.
Panyutina bekerja sama dengan Ilya Volodin, seorang ahli biologi di Lomonosov Moscow State University, dan rekan-rakan lainnya. Mereka bersama-sama mempelajari lebih banyak tentang vokalisasi tikus-tikus itu dan mempelajari mata mereka. Mata tikus-tikus itu "tidak hanya sangat kecil, tetapi juga memiliki sangat sedikit sel penerima cahaya," kata Volodin.
Adapun dalam penelitian terbaru yang terbit bulan ini, Shi dan rekan-rekannya mengumpulkan empat spesies tikus kerdil dari pegunungan di seluruh Tiongkok. Setiap spesies memiliki panjang tubuh beberapa inci dan bulu coklat keabu-abuan yang lembut. Di laboratorium, mereka melakukan berbagai eksperimen dalam kegelapan total untuk menguji kemampuan subjek-subjek mereka itu dalam melakukan ekolokasi.
Baca Juga: Tikus Gajah Ditemukan Kembali di Afrika Setelah 50 Tahun Menghilang
Bukan Perubahan Iklim yang Pengaruhi Gunung Es Terbesar di Antartika, Lalu Apa?
Source | : | National Geographic |
Penulis | : | Utomo Priyambodo |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR