Dia setuju bahwa hampir semua posisi tangan di gua mudah dibuat, dan pola itu mendukung gagasan bahwa itu adalah tanda isyarat dari tangan. Namun, dia memandang posisi kelingking yang ditekuk dan semua jari lurus adalah posisi pengecualian yang menurutnya sulit.
Bagaimanapun, tidak semua orang menganggap hipotesis bahasa isyarat itu meyakinkan. Brea McCauley, seorang arkeolog dan mahasiswa doktoral di Simon Fraser University di Kanada, menunjukkan bahwa banyak budaya telah mempraktikkan amputasi jari untuk alasan non-medis. Ada juga sidik jari yang terawetkan dalam lumpur di Gua Gargas yang tampaknya memiliki jari yang lebih pendek, yang menurutnya tidak mungkin terjadi jika jari-jari itu hanya ditekuk.
Berbagai ahli telah mencatat bahwa ketika orang memotong sendi jari yang sehat dengan sengaja, mereka biasanya hanya menargetkan jari kelingking, sehingga sebagian besar jari lainnya masih berfungsi. Ada contoh budaya dengan adat amputasi yang lebih ekstrem, misalnya suku Dani dari Papua Barat, Indonesia, yang memotong sebagian jarinya saat anggota keluarga dekat meninggal. Beberapa orang Dani akhirnya kehilangan keempat jarinya, mirip dengan konfigurasi paling umum di Gua Gargas. Namun oarang-orang Dani masih melestarikan ibu jari mereka, menurut McCauley. Dan semua stensil Gargas juga masih memiliki jempol.
Baca Juga: Kisar, Pulau Terdepan di Indonesia yang Memiliki Kekayaan Gambar Cadas
"Jika konfigurasi tangan terutama didasarkan pada betapa mudahnya mereka membuat, saya pikir kita akan melihat pola di mana jari yang paling mudah ditekuk --ibu jari-- akan terlibat," ujar McCauley.
Tentu saja, tidak ada seorang pun yang hidup hari ini yang benar-benar tahu apa arti gambar-gambar yang menghantui itu. Yang jelas, para ahli sepakat bahwa lukisan-lukisan tangan di guat itu memiliki arti bagi seseorang. Dibutuhkan upaya yang disengaja untuk membuat stensil, jauh lebih dari sekadar sidik jari sederhana. Bahkan penempatan gambar-gambar itu disengaja. Banyak di tempat-tempat yang sulit dijangkau, sesuai dengan ciri-ciri khusus gua, kata Pettitt.
Yang jelas, dahulu kala, ada orang-orang yang cukup peduli untuk menjelajah jauh ke dalam kegelapan gua. Mereka kemudian menekan tangan mereka ke batu dan meninggalkan pola yang akan bertahan ribuan tahun hingga kini.
Baca Juga: Menyingkap dan Memetakan Keunikan Gambar Cadas di Perairan Papua
Pemutihan pada Terumbu Karang, Kala Manusia Hancurkan Sendiri Benteng Pertahanan Alaminya
Source | : | Inside Science |
Penulis | : | Utomo Priyambodo |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR