Newton tenggelam dalam pseudosainsnya mempelajari alkimia dan mencari makna esoteris di tempat yang berbeda. Piramida Mesir kuno, khususnya kumpulan yang paling fotogenik dan ikonik di Giza, selalu menjadi magnet bagi esoterik.
Faktanya, bidang spekulasi pseudosains tentang piramida begitu besar sehingga, seperti ufologi, ia memiliki nama sendiri: piramidalogi.
Newton merahasiakan obsesinya pada alkimia dan keyakinan religius heterodoksnya. Bukan karena ia takut keyakinannya akan mendiskreditkan karya ilmiahnya, atau sebaliknya, melainkan karena pandangannya yang tidak ortodoks akan membuatnya kehilangan karier.
Selama masa hidup Newton, penggabungan keyakinan Kristen yang baku dengan sains atau pseudosains adalah hal yang lumrah. Meskipun penelitiannya secara langsung berkaitan dengan seberapa kuat dia percaya pada Alkitab, dia harus menyembunyikan studi ini dari semua orang.
Bagi Newton, piramidaologi merupakan minatnya pada alkimia. Bahkan, keyakinan Kristen yang mendasarinya. Ia pikir piramida menyimpan rahasia rincian kiamat Kristen tertentu yang dirinci dalam kitab Wahyu.
Kitab Wahyu adalah perbedaan nada dan pokok bahasan dari kitab-kitab Alkitab lainnya yang mendahuluinya. Buku ini diisi dengan simbolisme dan angka-angka yang telah menarik minat para sarjana selama berabad-abad. Mereka menganggap buku itu benar-benar teka-teki, yang solusinya bisa menyelamatkan dunia. Di sinilah Newton juga menemukan bahwa ia sedang mencari jawaban yang kompleks.
Mengapa piramida terlibat dalam cerita ini? Nah, untuk alasan yang sama. Piramida adalah pencapaian manusia yang luar biasa, dikelilingi oleh sejarah budaya yang kaya dari orang Mesir kuno yang membangunnya, sehingga menjadi magnet bagi kepercayaan eksotis Eropa Barat.
Orang-orang seperti Newton memutuskan bahwa orang Mesir memiliki rahasia, pengetahuan esoteris yang telah hilang. Mereka melihat piramida sebagai teka-teki hidup dengan cara yang sama seperti wahyu, dengan elemen yang mewakili kode mereka yakini telah mereka lihat.
Source | : | popular mechanics |
Penulis | : | Hanny Nur Fadhilah |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR