Rentang usia ini sangat besar artinya. Dengan membandingkan DNA manusia modern dari berbagai daerah, para genetikawan sudah lama berpendapat bahwa nenek moyang dari semua manusia modern adalah populasi yang hidup di Afrika antara 200.000 dan 100.000 tahun yang lalu. Namun, tidak ada bukti berupa fosil dari kurun waktu tersebut yang mendukung model genetik itu. Sekarang ada bukti dari Herto. Ketika tengkorak lelaki yang bagian alisnya lebar dan tebal muncul dari kuburan pasir, benda ini menjadi spesimen yang sempurna untuk membuktikan teori asal-muasal nenek moyang manusia dari Afrika.
Tengkorak itu adalah Homo sapiens modern yang paling tua—Tim White berpendapat bahwa tengkorak itu adalah anggota paling tua dari spesies manusia yang pernah ditemukan. Yang paling menakjubkan tentang rongga otak yang bulat dan tinggi adalah ukurannya—dengan volume 1.450 sentimeter kubik, rongga itu lebih besar daripada rata-rata rongga otak manusia. Namun, panjang wajah fosil dan sekelumit ciri di bagian belakang tengkorak mengaitkannya juga dengan spesies Homo di Afrika yang lebih tua dan lebih primitive.
!break!
"Satu hal yang kita ketahui tentang orang-orang Herto adalah bahwa mereka suka makan daging, terutama daging kuda nil," kata White, sambil menyapu pasir dari tengkorak kuda nil. Banyak tulang mamalia yang dikumpulkan dari Herto menunjukkan tanda penyembelihan oleh perkakas dari batu. Namun, mustahil diketahui apakah manusia yang memburu binatang itu atau manusia hanya mengais-ngais sisa bangkai yang dibunuh pemangsa lain.
Jika menilik ukuran otak manusia Herto yang begitu besar, dia sama seperti "manusia" masa kini. Akan tetapi, dari segi perilaku, ada bagian penting yang hilang. Perkakas batu yang ditemukan di Herto mencerminkan teknologi yang cukup canggih—tetapi, tidak jauh berbeda dengan perkakas yang usianya 100.000 tahun lebih tua atau bahkan 100.000 tahun lebih muda.
Tidak ditemukan untaian manik-manik di Herto, seperti yang ditemukan di sejumlah situs Afrika lainnya yang berusia sekitar 60.000 tahun lebih muda. Juga tidak ditemukan patung ukiran atau benda seni lainnya, sebagaimana yang terlihat dalam Paleolitik Akhir Eropa, apalagi bukti berupa busur dan anak panah, benda logam, perkakas pertanian, dan semua keahlian teknologi dan budaya yang menyertainya. Dengan berjalan mundur hanya sejauh 160.000 tahun—waktu sekejap dalam perjalanan evolusi manusia—kami berhasil menyibakkan salah satu atribut kemanusiaan yang pasti: inovasi.
Akan tetapi, salah satu fitur aneh dari tulang-belulang itu mungkin berfungsi sebagai pertanda kerumitan perilaku di masa berikutnya—bisikan berupa lambang, membisikkan makna. Beberapa hari setelah penemuan tengkorak orang dewasa itu, Berhane Asfaw menemukan tengkorak lain: tengkorak seorang anak, yang diperkirakan berusia sekitar enam atau tujuh tahun. Tanda goresan pada tengkorak menunjukkan bahwa tengkorak itu telah dengan hati-hati dikerok dagingnya ketika tulang itu masih segar; ini menyiratkan upacara ritual, bukan sekadar kanibalisme. Permukaan tengkorak anak remaja dibiarkan utuh, dan menyiratkan polesan tanda yang jelas, dan ini merupakan pertanda bahwa tengkorak itu telah berulang kali ditangani. Mungkin tengkorak anak itu diedarkan dan dipuja sebagai benda keramat, mungkin selama beberapa generasi, sampai ada yang menguburkannya di Herto, untuk yang terakhir kalinya.
!break!
Daka: Pada Sisi Kita
Setelah makan siang yang singkat, kami melanjutkan perjalanan ke sisi lain desa Herto, menukik menuruni lereng timur punggung bukit Bouri menuju ke tanah tidak rata yang sangat gersang, meliputi batu pasir abu-abu, yang berlubang-lubang karena banyaknya gua kecil dan pilar berukir yang bentuknya beragam. WoldeGabriel menjelaskan bagaimana sedimen ini dimiringkan ke barat daya oleh gesekan, kemudian terpahat menjadi aneka bentuk oleh angin kencang, air, dan gravitasi.
Kami tiba di sebuah jendela waktu baru yang dikenal sebagai Dakanihylo, atau "Daka”, anggota formasi Bouri. Sedimen Daka berusia satu juta tahun. Pada akhir Desember 1997—mahasiswa S1 Henry Gilbert melihat bagian atas sebuah tengkorak menyeruak dari sedimen Daka. Pada akhir hari itu, tim berhasil menggali 50 kilogram bongkahan batu pasir di sekitar fosil dan membungkusnya dengan perban plester. Di museum di Addis Ababa, batu yang mengelilingi tengkorak itu dilepaskan hati-hati dengan tusuk gigi dan duri landak, memperlihatkan tempurung tengkorak lengkap dari anggota spesies Homo erectus—tetapi, tanpa wajah.
!break!
Homo erectus, yang pertama kali ditemukan pada 1891 di Indonesia, adalah salah satu hominid purba yang paling dikenal. Dari ukuran tubuh dan proporsi anggota badan, sosok itu mirip manusia modern. Budayanya yang sudah mengenal perkakas batu, yang dikenal sebagai Acheulean, ditandai di sebagian besar daerah oleh kapak tangan simetris berukuran besar. Elema memungut satu untuk menunjukkannya: sebongkah batu basalt hitam yang bagus, yang telah dipipihkan di semua sisinya, dan hanya kehilangan ujungnya yang runcing. Benda ini lebih kasar daripada perkakas yang baru saja kulihat di Herto. Berbekal perkakas tersebut dan kakinya yang panjang, H. erectus mampu menjelajahi berbagai jenis habitat dan mungkin merupakan hominid pertama yang meninggalkan Afrika, hampir dua juta tahun yang lalu, dan terus menyebar sampai ke Asia Tenggara.
Namun, dalam perjalanan kaki yang singkat dari Herto ke Daka, sesuatu yang nyata tentang sifat kemanusiaan kita juga jelas sekali telah hilang—terutama, beberapa ratus sentimeter kubik benda berwarna abu-abu (otak). Rongga otak spesimen Daka berukuran seribu sentimeter kubik, cukup khas untuk sosok H. erectus dan jauh lebih kecil daripada tengkorak di Herto atau bahkan tengkorak Bodo yang berusia sedang, 600.000 tahun, yang ditemukan di seberang sungai.
!break!
"Spesies ini sangat sukses, karena berhasil merambah daerah yang sangat luas secara geografis. Erectus berada di pihak kita dalam perbedaan yang besar ini—dengan kranium yang lebih besar dan ceruk ekologi yang ditandai dengan penggunaan perkakas. Jika kita mundur semakin jauh ke masa lalu, tanpa menemukan berbagai benda itu, maka kita seakan-akan memasuki dunia makhluk asing."
Penulis | : | |
Editor | : | Administrator |
KOMENTAR