Hata: Sebuah Kejutan
Sebuah langkah tunggal membawa kami ke tempat asing itu. Setelah Daka, terdapat sedikit gangguan dalam kesinambungan geologi tatkala berbagai pergeseran batuan dan erosi telah meniadakan sepenggal besar waktu. Dengan satu langkah panjang melampaui kurun waktu ini, kami mundur lagi 1,5 juta tahun, lalu berjalan di atas dataran tandus berlekuk-lekuk dalam, yang tampak ungu kelabu di siang hari yang terik.
Hamparan tanah keunguan di bawah kami bernama Hata. Pada pertengahan tahun 1990-an, serangkaian temuan yang menakjubkan di sini berhasil menyibak salah satu transisi paling revolusioner dalam perjalanan evolusi kita. Pada 1996, tim menemukan tulang-belulang antelop, kuda, dan mamalia lain yang menunjukkan tanda penyembelihan dengan perkakas batu—pada 2,5 juta tahun, salah satu tanda tertua tentang penggunaan perkakas.
!break!
"Tanda pada bagian dalam sebuah rahang antelop menunjukkan bahwa mereka memotong lidahnya," kata White. "Jadi, kita bukan saja tahu bahwa mereka memang membuat perkakas, namun kita juga tahu digunakan untuk apa perkakas itu—mendapatkan nutrisi dari bangkai mamalia besar."
!break!
Bersamaan dengan tulang-belulang ini muncul petunjuk pertama tentang kemungkinan siapa sebenarnya "mereka" itu: Hanya beberapa meter dari tempat ditemukannya tulang mamalia, menyeruak sebuah tulang paha, beberapa tulang lengan, dan potongan rahang bawah dari sosok tunggal hominid. Tulang pahanya cukup panjang, seperti ciri sosok mirip-Homo modern, tetapi lengan bawahnya lebih panjang, lebih seperti sosok mirip-kera.
Sejauh ini, temuan ini tampak seperti skenario impian para ahli paleoantropologi. Pada saat tersebut, yakni 2,5 juta tahun yang lalu, garis keturunan hominid telah bercabang menjadi dua. Salah satu cabang dari genus Australopithecus mengembangkan keahlian untuk menyantap umbi-umbian keras dan makanan keras lainnya—otot rahang besar dan gigi belakang besar. Cabang lainnya—hominid dengan gigi belakang yang semakin kecil, perawakan lebih langsing, tubuh berkaki panjang, dan otak yang semakin besar—menjadi sosok kita. Otak yang lebih besar tentu saja berguna, tetapi juga memerlukan banyak persyaratan agar dapat berfungsi.
Otak yang besar memerlukan makanan berkalori tinggi—seperti yang didapatkan dengan, katakanlah, mengais-ngais sisa-sisa hewan yang dimangsa singa dan menghancurkan tulangnya untuk diambil sumsumnya. Yang tidak ditemukan di Hata adalah tengkorak yang sesuai dengan persyaratan tersebut: tidak harus memiliki otak sebesar otak H. erectus, tetapi jelas menuju ke ukuran itu. Sebagaimana yang diharapkan, di musim kerja lapangan berikutnya, anggota tim Yohannes Haile-Selassie, yang sekarang menjabat sebagai kepala antropologi fisik di Cleveland Museum of Natural History, menemukan potongan pertama tengkorak hominid. Namun, sama sekali tidak seperti skenario impian yang diperkirakan.
Tengkorak itu ternyata memang memiliki beberapa ciri mirip-Homo, terutama ukuran gigi depannya. Tetapi, gigi geraham dan gigi sebelum geraham sangat besar. Dan dengan ukuran 450 sentimeter kubik, tempurung kepalanya tidak lebih besar daripada tempurung kepala khas Australopithecus. Ini bukan makhluk penguasa lingkungan seperti H. erectus. Ini sosok primata pintar berkaki dua yang berhasil mempertahankan keberadaannya secara diam-diam di antara para pemangsa yang lebih besar dan lebih gesit.
!break!
Tim memilihkannya nama Australopithecus garhi; garhi berarti "kejutan" dalam bahasa Afar. Au. garhi jelas berada di tempat yang tepat dan pada waktu yang tepat untuk menjadi nenek moyang langsung Homo. Namun, apakah memang begitu, masih harus dibuktikan.
"Misteri ini akan segera terungkap," kata Asfaw saat kami berjalan naik kembali ke mobil untuk menempuh perjalanan menuju ke kamp. "Dan misteri itu akan terungkap di Awash Tengah."
Aramis: Temuan yang Menentang Kelaziman
Keesokan harinya, perjalanan kami mungkin harus memasuki batas wilayah sebuah klan Afar yang galak, bernama Alisera. Untuk menghindari masalah, pertama-tama kami akan melakukan kunjungan diplomatik ke desa Adgantole, sambil ditemani enam orang polisi Afar. Elema adalah faktor lain yang menguntungkan: Sebagai administrator distrik, kepala Bouri-Modaitu ini juga dihormati oleh semua klan Afar di Awash Tengah. Setelah obrolan yang kami harapkan merupakan obrolan yang ramah, tim survei akan berkendara kembali ke arah barat menuju ke wilayah Bouri-Modaitu, menurunkan beberapa orang di antara kami ketika sudah tidak terlihat lagi dari desa, sehingga kami bisa melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki memasuki masa lalu tanpa terganggu oleh masa kini.
Adgantole adalah desa berdebu yang bau apek, berlokasi di samping dataran banjir Sungai Awash. Orang Afar biasanya saling menyapa dengan dagu—mencium tangan sekilas dan bertukar kabar. Di desa-desa lain yang kami kunjungi, orang bisa berbondong-bondong keluar untuk melakukan “dagu”. Tetapi di sini hanya beberapa orang saja yang keluar untuk menyambut kami. Kepala klan, yang tampaknya sedang sakit, tinggal di pondoknya. Ketika Elema masuk ke dalam pondok untuk berbicara dengannya, White mencoba melakukan “dagu” dengan seorang pemuda yang tampak seperti sedang sakit perut, yang segera pergi menjauh.
!break!
Setelah Elema selesai bertemu dengan sang kepala, kami kembali ke punggung bukit antara dua sungai. Untuk mengikuti garis waktu evolusi dengan cermat, perhentian kami berikutnya dalam menyusuri lorong waktu semestinya situs berusia 3,4 juta tahun bernama Maka, yang telah menghasilkan rahang dan beberapa sisa peninggalan Australopithecus afarensis. Tetapi, Maka berada di seberang sungai. Pertempuran antara Afar dan Issa telah menjadikan tanah di sekitar sungai menjadi tanah tak bertuan yang tidak aman untuk dilintasi.
Penulis | : | |
Editor | : | Administrator |
KOMENTAR