Walaupun pasar-pasar swalayan di negara-negara maju seperti AS dan Jepang masih dibanjiri daging ikan, Lanskap Peredaran Pangan Laut menyatakan bahwa keberlimpahan ini hanyalah ilusi besar berdasarkan dua fenomena yang mengganggu: semakin luas bagian wilayah laut bebas yang berubah dari teritori tak terjamah menjadi ladang penangkapan ikan yang dieksploitasi dan dimonopoli; serta kekayaan pangan laut negara-negara miskin yang dikeruk oleh penawar tertinggi.
!break!
Permintaan manusia akan pangan laut kini mendorong armada kapal penangkap ikan untuk memasuki setiap perairan kaya ikan yang belum terjamah. Tidak ada lagi perairan baru yang tersisa untuk dieksploitasi. Namun ini pun belum cukup. Peningkatan kapasitas penangkapan ikan menimbulkan ancaman habisnya pasokan pangan laut di seluruh perairan kaya ikan, baik lama maupun baru. Sebuah laporan yang dibuat Bank Dunia dan Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) PBB baru-baru ini menyimpulkan bahwa semua lautan tidak memiliki cukup ikan tersisa untuk mengimbangi jumlah ikan yang dibunuh saat ini. Sesungguhnya, laporan ini bahkan menyatakan bahwa walau jumlah kapal penangkap ikan, kail dan jala hanya setengah dari yang ada saat ini, jumlah ikan yang kita tangkap tetap terlalu banyak.
Dengan menggunakan data yang sama, sejumlah ilmuwan memiliki pandangan berbeda dengan Daniel Pauly. Ray Hilborn, seorang ilmuwan perikanan di University of Washington, berpendapat bahwa situasi dan kondisinya tidaklah semenakutkan itu. "Daniel senang memperlihatkan grafik yang menyatakan bahwa 60 sampai 70 persen persediaan ikan dunia dieksploitasi berlebihan atau habis," ia berkata. "Analisa FAO dan penelitian mandiri yang saya lakukan menghasilkan angka pada kisaran 30 persen." Ia menambahkan bahwa tekanan yang meningkat pada ketersediaan pangan laut seharusnya tidaklah mengejutkan, karena tujuan industri perikanan global adalah untuk mengeksploitasi seluruh populasi ikan, walau tanpa merusak kelangsungan hidup jangka panjangnya.
Sementara itu, banyak negara berusaha untuk mengimbangi defisit pangan laut dunia yang semakin meningkat dengan melakukan penangkaran atau budi daya predator-predator puncak rantai makanan seperti ikan tuna atau salmon, yang dapat membantu menghidupkan ilusi akan keberlimpahan ikan di pasaran. Namun, penangkaran atau budidaya menimbulkan sebuah masalah besar: Hampir semua ikan ini mengkonsumsi pakan yang berasal dari ikan-ikan lebih kecil. Ini merupakan cara lain yang mungkin dapat membuktikan bahwa Lanskap Peredaran Pangan Laut bermanfaat. Jika para peneliti dapat menghitung nilai ekologi dari ikan-ikan liar yang dikonsumsi di penangkaran ikan, maka mereka akan dapat memperlihatkan dampak nyata yang ditimbulkan budi daya ikan.
Dengan adanya perangkat ini, para pembuat kebijakan diberikan kemudahan untuk menentukan apa dan berapa yang boleh diambil oleh sebuah negara dari laut dan apakah ketentuan itu sudah adil dan cukup. Sebagai sebuah penelitian global, Lanskap Peredaran Pangan Laut membuktikan bahwa negara-negara kaya telah secara signifikan mengabaikan dampak yang mereka timbulkan. Jika hal ini tidak berubah, kecukupan ikan di pasaran dunia akan berkurang dengan cepat. Memang mereka yang kaya tetap dapat menikmati ikan salmon, tuna, maupun ikan pedang. Tetapi penikmat ikan kelas menengah akan mendapati pilihan-pilihan pangan laut mereka berkurang, atau bahkan tak lagi tersedia.
!break!
Lantas apakah manfaat jangka panjang yang didapat dari Lanskap Peredaran Pangan Laut? Dapatkah konsep dan pemikiran serupa mengarahkan pada terbentuknya sebuah perjanjian pelestarian dimana negara-negara diberi jatah global untuk produksi primer laut dan dikenakan denda atau dipaksa untuk mengubah cara mereka melakukan penangkapan ikan jika melebihi ketentuan?
"Akan bagus sekali bukan?" Pauly berkata. Ia menegaskan bahwa kita sudah tahu sejumlah cara untuk mengurangi dampak yang kita timbulkan pada laut: mengurangi 50 persen armada kapal perikanan dunia, menentukan zona terlarang penangkapan ikan yang luas, membatasi penggunaan ikan liar sebagai pakan budi daya ikan. Sayangnya, industri pangan laut seringkali menjegal upaya reformasi ini.
Lanskap Peredaran Pangan Laut juga dapat memberi konsumen sebuah peta atau kerangka untuk menyiasati kebuntuan upaya reformasi ini – sebuah panduan menuju laut dengan kehidupan yang sehat dan berlimpah. Saat ini terdapat lusinan kampanye ketahanan pangan laut, yang masing-masing menyarankan untuk mengkonsumsi ikan-ikan pada tingkatan lebih rendah di rantai makanan laut. Upaya ini mencakup peralihan konsumsi ikan hasil budi daya dari salmon menjadi nila karena saat dalam penangkaran ikan nila mengkonsumsi lebih banyak tumbuhan dan hanya sedikit pakan dari ikan; memilih ikan cod yang ditangkap menggunakan perangkap di dasar laut daripada ikan kakap Cili, karena dengan cara ini lebih sedikit ikan atau mahkluk laut lainnya yang akan ikut mati dalam proses penangkapannya; dan menghindari konsumsi predator-predator raksasa seperti ikan tuna sirip biru Atlantik secara keseluruhan, karena populasinya yang sudah terlalu rendah untuk dapat ditangkap.
Masalahnya, menurut para ahli konservasi, adalah bahwa kondisi laut sudah mencapai titik kritis. Hanya mengubah pola makan kita saja tidaklah cukup walaupun populasi ikan telah pulih dan meningkat di tahun-tahun mendatang. Apa yang kini diyakini Pauly dan para ahli biologi konservasi lainnya adalah bahwa usulan dan saran harus diubah menjadi keharusan. Alasan mereka, jika perjanjian dapat menciptakan target konsumsi pangan laut untuk setiap negara, penduduknya dapat meminta pertanggung-jawaban pemerintahnya untuk memenuhi target tersebut. Strategi-strategi serupa telah memberikan hasil luar biasa pada ekosistem daratan, seperti untuk perdagangan bulu binatang dan gading gajah. Lautan pantas mendapatkan upaya dan perlakuan serupa, menurut para ahli konservasi ini.
!break!
"Saat ini, tak sampai satu persen lautan yang dilindungi, bandingkan dengan wilayah daratan yang 12 persen," Enric Sala menambahkan, "dan hanya sebagian kecil dari satu persen itu yang dilindungi secara penuh." Itulah sebabnya mengapa National Geographic bermitra dengan pemerintah, pelaku bisnis, organisasi pelestarian, dan penduduk untuk mempromosikan pelestarian laut dan membantu mengurangi dampak dari penangkapan ikan di seluruh dunia.
Pada akhirnya, baik Pauly, Sala, maupun seluruh tim Lanskap Peredaran Pangan Laut, tidak ada yang ingin menghancurkan industri perikanan, menghilangkan budi daya ikan, atau melarang konsumsi ikan. Yang ingin mereka ubah adalah cara industri perikanan beroperasi saat ini. Mereka ingin masyarakat tahu bahwa praktek penangkapan dan budi daya ikan yang saat ini dilakukan tidaklah mendukung ketahanan pangan laut dan bahwa mereka yang mendukung praktek ini gagal untuk mempertimbangkan konsekuensi dan implikasi ekonomi dan ekologi yang ditimbulkannya. Dengan secara akurat mengukur dampak yang ditimbulkan oleh negara-negara terhadap kondisi laut, Lanskap Peredaran Pangan Laut kemungkinan telah meletakkan landasan yang kuat untuk perubahan yang efektif, memungkinkan terjadinya pemulihan dan peningkatan kembali kekayaan laut yang menyusut. Pauly yakin program seperti ini dapat memberikan negara-negara di dunia kemampuan dalam jangka waktu yang tidak terlalu lama, untuk dengan adil berbagi lautan yang berlimpah dan sehat, daripada dengan serakah memperebutkan sisa-sisa tak diinginkan yang tertinggal pasca kehancuran.
Masa Depan Pengolahan Sampah Elektronik Ada di Tangan Negara-negara Terbelakang?
Penulis | : | |
Editor | : | Administrator |
KOMENTAR