Masalah mulai menerpanya pada 2009, ketika dia dan suaminya tidak lagi menemukan pekerjaan konstruksi di bagian barat daya Montana, tempat mereka tinggal. Pada saat musim gugur tiba, mereka menunggak utang pembayaran rumah tiga bulan. Bank mengirimkan surat ancaman. Kemudian, Connell mendengar ada lowongan sopir truk di North Dakota.
Wanita yang dilahirkan di Delaware ini pernah mengemudikan bus komersial antara Philadelphia dan Atlantic City, serta bus transit bandara di Portland, Oregon. Seberapa sulit mengemudikan truk 18 roda? Tetapi, untuk memenuhi syarat, dia harus meningkatkan SIM-nya dan, untuk itu, dia perlu ikut program pelatihan khusus. Biaya: Rp40 juta
Pada saat Connell dan suaminya hampir tidak mampu membeli bahan makanan untuk anak-anak mereka, mereka membebankan biaya itu ke kartu kredit. “Ini taruhan besar,” katanya. Dia tidak bermaksud menyatakan kecilnya kemungkinan dia mendapatkan pekerjaan itu, melainkan bagaimana penerimaan yang dapat dipastikan akan dihadapinya di tempat yang disebutnya sebagai “dunia kaum lelaki.”
Pada hari yang dingin di pertengahan Desember, Connell membuat panekuk untuk anak-anaknya, berusaha menahan air mata saat berpamitan, kemudian menempuh perjalanan tujuh jam dari barat daya Montana ke perbatasan Montana-North Dakota. Dengan suhu malam hari yang mencapai di bawah nol, kadang dia tidur di mobilnya atau menginap di motel lusuh sambil mengajukan lamaran ke lebih dari belasan perusahaan truk.
Semua menolaknya. Beberapa manajer mengatakan ladang minyak bukan tempat yang cocok untuk wanita. Seseorang di Tioga mengecam bahwa sungguh memalukan dia tidak berada di rumah untuk merawat anak-anaknya. Connell geram. “Mereka mempermainkan mata pencaharian saya,” katanya.
Ketika tawaran pertama datang, setelah hari raya, tugasnya adalah mengangkut gandum, bukan air atau minyak. Upahnya juga lebih kecil. Wilayah kerjanya meliputi sebagian besar barat North Dakota serta bagian timur Montana dan selatan Saskatchewan. Yang lebih buruk lagi, musim dingin 2010-2011 sungguh sangat parah.
Ini bukanlah tempat yang tepat untuk mengemudikan truk 18 roda untuk pertama kalinya—sendirian pula. “Saya sangat gugup sehingga merasa akan mati,” kata Connell tentang perjalanan perdananya. Ke mana pun tempat yang ditujunya, jalannya diselimuti es.
!break!
“Sepanjang waktu, saya mengemudikan truk dengan roda terbungkus rantai,” katanya. Setelah mencoba berulang kali, dia belajar cara memundurkan truk 18 roda di ladang berselimutkan salju. Ia kemudian membongkar lumbung gandum sambil berdiri di atas truk dalam suhu minus 28 derajat Celsius, kerap dalam keadaan gelap, hujan es, dan debu gandum menampar wajahnya.
Dia merawat sendiri truknya, termasuk meminyaki hub dan mengoles bantalan. Selama bulan-bulan pertama 2011, Connell terus melamar pekerjaan di perusahaan minyak. Kemungkinannya semakin besar karena kebutuhan akan tenaga semi-operator meningkat pesat. Sejak 1990-an, fracking dikombinasikan dengan pengeboran mirin —menggali secara horizontal dari dasar bagian sumur yang vertikal ke dalam lapisan tipis bebatuan yang mengandung minyak dan gas.
Di formasi Bakken, Continental Resources milik Harold Hamm, dan perusahaan lainnya yang mau bergerak cepat, menyempurnakan teknologi itu dengan memperpanjang pengeboran horizontal sejauh tiga kilometer dan mengubah komposisi cairan untuk fracking. Pada 2004, Continental menghadirkan sumur pertama yang menguntungkan di negara bagian itu.
Dua tahun kemudian, sebuah sumur EOG Resources memproduksi minyak dalam tekanan sedemikian besarnya, sehingga perusahaan harus menutup sumur itu sampai sumur kedua dapat dibor untuk mengurangi tekanan. “Berita itu menimbulkan kegairahan besar,” kenang Lynn Helms, direktur Department of Mineral Resources, North Dakota.
Harapan membubung tinggi. Helms menghitung bahwa pada tahun pertama setiap sumur baru, mulai dari pengeboran hingga perekahan sampai produksi awal, akan memerlukan 2.000 truk untuk pengangkutan. Ini belum termasuk mengangkut sejumlah besar minyak dan air garam selama sisa usia sumur itu. Implikasinya sungguh mengejutkan. “Ini pertanda besar,” kata Helms. Segalanya—tenaga kerja, jalan raya, rel kereta api, jaringan listrik, kesabaran—diperlukan.
Masa Depan Pengolahan Sampah Elektronik Ada di Tangan Negara-negara Terbelakang?
Penulis | : | |
Editor | : | Administrator |
KOMENTAR