Pengurus kuil membuat replikanya sebagai kebanggaan. Prasasti asli disimpan di National Museum, Bangkok. Nama resminya tetap prasasti Wat Sema Mueang, dengan kode NS9.
Pada sisi muka (sisi A) piagam batu ini terdapat 29 baris tulisan sedangkan pada sisi B empat baris. Prasasti ini bertarikh tahun 775.
Sisi A berisi puji-pujian terhadap keagungan raja Sriwijaya. Raja itu memberi titah kepada biksu senior bernama Jayanta agar mendirikan trisamaya-caitya (tiga bangunan suci) untuk pemujaan Sakyamuni (Buddha), Bodhisattwa Padmapani, dan Bodhisattwa Wajrapani. Ketika Jayanta wafat, muridnya yakni biksu Adhimukti mendirikan dua caitya lainnya.
Sisi B bertutur tentang Maharaja Sailendra. Ia dijuluki Sesasavvarimadavimathana atau “pembunuh musuh-musuh sombong tidak bersisa”. Ia disamakan dengan Wisnu.
“Julukan itu identik dengan prasasti Nalanda, antara 810-850,” tukas Bambang Budi Utomo di kesempatan lain. “Yang dimaksud adalah Rakai Panamkaran, raja Sailendra di Jawa. Penulisan sisi B atas perintah cucu Panamkaran, yaitu maharaja Sriwijaya, Balaputradewa. Pengerjaannya tak berselisih lama dengan prasasti Nalanda yakni awal abad kesembilan,” ucap Bambang.
!break!
Tiga bangunan suci
“Si Wichai... bla bla bla... Si Wichai... bla bla bla bla.. Si Wichai... bla bla bla...”
Hanya itu yang bisa dikenali dari kalimat-kalimat Bahasa Thai yang meluncur tiada henti dari mulut seorang lelaki setengah tua. Tangannya sesekali menunjuk-nunjuk ke suatu arah, lalu ganti ke arah lain. Di hadapannya berdiri Jo yang hanya mengangguk-angguk.
Sekarang kami berada di kompleks Wat Wiang di Chaiya, suatu distrik di Provinsi Surat Thani. Tadi, pertanyaan pertama saya adalah, “Di manakah reruntuhan Wat Wiang yang lama? Saya hanya melihat kuil baru.” Melalui Jo, ia menjawab, “Reruntuhan fondasinya sudah tertutup aula.”
Tidak ada pertanyaan lainnya. Namun, lelaki tersebut ingin terus bercerita kepada Jo. Kemudian saya permisi untuk melihat-lihat.
Di teras depan kompleks kuil ini, pada suatu menara yang sejajar atap aula, dipajang replika arca Bodhisattwa Avalokiteswara dari masa Sriwijaya. Arca itu tak lagi utuh kala ditemukan. Hanya sebatas dada dan kedua tangannya, mulai dari bagian siku, telah hilang. Sebenarnya arca itu seukuran manusia, namun replikanya dipasang dalam ukuran berlipat-lipat lebih besar. Rupanya, arca ini menjadi ikon Chaiya. Beberapa kali saya melihat replika atau gambarnya di kota kecil ini.
Di bawah menara arca itu, replika prasasti Wat Sema Mueang yang buatannya kurang baik juga dipajang. Masyarakat Chaiya menganggap piagam batu itu berasal dari Wat Wiang ini.
Penulis | : | |
Editor | : | Administrator |
KOMENTAR