Nationalgeographic.co.id—Pada Januari 1991, sepasang astronot merahasiakan pernikahan mereka darii bos NASA. Mark Lee dan Jan Davis bertemu selama pelatihan misi pesawat ulang-alik dan menjaga hubungan mereka cukup lama. Mereka memastikan dan menyadari bahwa hubungan ini akan menyulitkan misi, seperti yang biasa dilakukan NASA pada aturan tak tertulis yang melarang astrnot menikah dan terbang bersama.
Kemudian. pada September 1992, Lee dan Davis menjadi pasang pertama dan mungkin terakhir yang menikah di luar angkasa. Mereka diam-diam menikah sebelum lepas landas tulis Time. Setelahnya, aturan tidak tertulis itu menjadi tertulis.
NASA mengatakan tidak ada manusia yang berhubungan seks di luar angkasa. Namun hal ini menggelitik rasa ingin tahu para ilmuwan juga. Jika masa depan umat manusia berada di antarika, dan jika kita serius akan pemukiman permanen Mars, kita perlu tahu apa yang terjadi ketika fungsi biologis ini bekerja di luar batas-batas planet tempat manusia berevolusi.
Ini lebih sekadar seks.
Ini lebih dari sekedar seks, Para ahli mengatakan bahwa apakah dan bagaimana reproduksi bekerja hanyalah satu dari sejumlah pertanyaan medis dan biologis terkait dengan perjalanan ruang angkasa panjang.
Selama 50 tahun, setidaknya lima spesies dair amuba hingga tikus telah melalui tindakan reproduksi saat berada di orbit. Satu spesies lain telah menghabiskan sebagian masa kehamilan mereka di luar angkasa atau menyumbangkan sperma dan telur mereka yang telah diubah ruang angkasa untuk sains. Penelitian ini tergolong lambat karena kurangnya dana menurut tulisan Maggie Koerth di Fivethirtyeight.
Baca Juga: Ronald McNair, Lawan Rasisme dengan Menjadi Astronaut Challenger
Kehidupan di Bumi dilindungi lebih dari 99 persen radiasi ini oleh atmosfer dan medan magnet. Medan magnet memberikan beberapa perlindungan di orbit juga. Tetapi semakin jauh kita dari Bumi, semakin sedikit terlindungi. Setiap perjalanan ke Mars akan mengakibatkan paparan radiasi melebihi batas yang diiiznkan saat ini untuk astronot.
Perjalanan ruang angkasa dapat memengaruhi reproduksi dalam beberapa cara. Pertama adalah radiasi. Ruang angkasa penuh dengan partikel subatom yang bergerak amat cepat. Partikel-partikel itu dapat menghantam DNA.
Kerusakan yang mereka tinggalkan dapat mengubah instruksi genetik, menyiapkan jalur yang mengarah ke kanker, mutasi genetik yang dapat diturunkan ke anak-anak, dan masalah lainnya.
"Jika anda melihat daftar organ yang sensitif terhadap kerusakan radiasi, gonand, ovarium, dan testis, selalu berada di dua atau tiga teratas," kata Josep Tash, profesor di University of Kansas Medical Center yang telah mempelajari hewan reproduksi di luar angkasa.
Sumber bahaya kedua adalah gayaberat mikro. Sudah diketahui bahwa para astronot kehilangan massa otot saat berada di luar angkasa. Seperti yang kita lihat, mereka melayang-layang di Stasiun Luar Angkasa seperti Cirque du Soleil.
Beberapa tikus betina yang melakukan perjalanan ke Stasiun Luar Angkasa pada 2010 dan 2011 berhenti berovulasi, dan lainnya kehilangan korpus luteum mereka, struktur penting yang berbentuk di ovarium setelah pelepasan sel terlur,
Korpus luteum bertanggung jawab untuk memproduksi hormon yang mempertahankan kehamilan sampai plasenta dapat tumbuh cukup untuk melakukan pekerjaan itu sendiri. Tanpa itu, kita mungkin hamil, tapi kehamilan tidak mungkin bertahan.
Hal itu terhubung ke eksperimen lama ketika pada 1979, ilmuwan Rusia meluncurkan satelit yang membawa tikus jantan dan betina serta memberi mereka kesempatan untuk berbaur dalam perjalanan 18 hari.
Eksperimen itu tidak menghasilkan bayi, dua tikus tampaknya hamil tapi keduanya keguguran. Ada bukti yang konsisten bahwa gayaberat mikro memengaruhi kadar hormon pria dan wanita kata Tash.
Baca Juga: Tantangan Besar NASA Selanjutnya? Mencuci Pakaian di Luar Angkasa
Mungkin saja tikus-tikus itu memiliki kadar estrogen yang rendah sehingga kebanyakan dari mereka bahkan tidak tertarik untuk kawin. Efek ini bertahan setelah hewan kembali ke Bumi, tetapi semuanya akhirnya diatur ulang setelah mereka menghabiskan cukup waktu dalam gravitasi normal.
Gayaberat mikro telah terlibat dalam mengubah produksi dan perilaku sperma. Ini bisa mengubah perkembangan janin, terutama sistem vestibular, yang membantu kita menjaga keseimbangan saat berjalan.
Tikus yang melahirkan segera setelah kembali dari luar angkasa memiliki kontraksi hampir dua kali lebih banyak daripada tikud yang tidak pernah meninggalkan Bumi.
Kesimpulan dasarnya, menurut Tash dan Virginia Wotring, profesor di Pusat Kedokteran Luar Angkasa Universitas Baylor, adalah bahwa kita tidak tahu banyak. Tapi apa yang kita tahu harus memberi kita jeda.
Source | : | Time,FiveThirtyEight |
Penulis | : | Fikri Muhammad |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR