Pemulihan kesehatan kejiwaan para pengungsi wajib diperhatikan agar kejadian bunuh diri yang dilakukan oleh seorang pengungsi beberapa hari silam bisa dicegah.
Data WHO menyebutkan, sekitar 70-80 persen korban bencana mengalami trauma akibat bencana. Gejala yang umumnya tampak pada diri korban adalah rasa takut berlebihan, gangguan tidur, mimpi buruk, panik, siaga berlebihan, serta perasaan berduka. Kondisi trauma yang bisa mengancam jiwa itu, menurut Dr. Andri, SpKJ, psikiater dan staf pengajar UKRIDA, cukup memengaruhi kesehatan jiwa. "Oleh karena itu, perlu penanganan yang komprehensif terhadap masalah tersebut untuk meminimalkan dampak psikologis para survivor," ujarnya.
Salah satu langkah yang dapat dilakukan adalah dengan membekali para relawan di lokasi bencana dengan keterampilan bantuan pertama psikologis (Psychological First Aids/PFA). Sebagaimana diungkapkan Direktur Medis dan Keperawatan Rumah Sakit Jiwa Soeharto Herdjan Jakarta, dr. Eka Viora, SpKJ, dukungan kesehatan jiwa dan psikososial dapat dilakukan oleh petugas kesehatan--dokter atau perawat--dan pekerja masyarakat yang sudah terlatih. "Dengan begitu, dampak psikologis para survivor bisa ditekan sedini mungkin bahkan sejak saat melakukan evakuasi," kata dr. Eka.
Sayangnya, menurut dr. Eka, kemampuan para relawan yang memiliki PFA ini belum merata. Ia mengamati, dari pengalaman beberapa bencana besar yang telah terjadi hingga saat ini, belum banyak organisasi yang melakukan penanganan masalah kesehatan jiwa secara komprehensif. Padahal IASC (Inter-Agency Standing Committee), komite yang menangani koordinasi antarlembaga bantuan kemanusiaan, sudah menyusun petunjuk yang bisa jadi pedoman dalam pembekalan PFA.
Selain itu, para pengungsi juga membutuhkan kondisi yang membuat mereka merasa aman untuk mempercepat pemulihan kondisi kejiwaan. Keterangan mengenai proses dan teknis ganti rugi yang jelas, misalnya, akan memberikan kepastian masa depan dan memberikan rasa nyaman para pengungsi yang telah lama meninggalkan tempat tinggal mereka. Dengan demikian, peristiwa bunuh diri seorang pengungsi di Stadion Maguwoharjo seperti yang terjadi beberapa hari lalu dapat dihindari.
Sokiran (46) Seorang pengungsi bencana letusan Gunung Merapi asal Dusun Manggong, Desa Kepuharjo, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman, Minggu (7/11/2010) nekat bunuh diri dengan menceburkan diri ke selokan yang ada di sisi barat Stadion Maguwoharjo. Kepala desa setempat mengatakan kepada Kompas.com kalau Sokiran mungkin mengalami stres setelah ternak-ternaknya mati diterjang lahar panas yang berasal dari Merapi.
Penulis | : | |
Editor | : | Pepih Nugraha |
KOMENTAR