Bird Conservation Officer Burung Indonesia, Dwi Mulyawati menjelaskan, Jakarta telah mengalami penyusutan keberadaan ruang terbuka hijau sekitar 8,9 persen dari luas wilayah. Akibatnya, populasi elang bondol (Haliastur indus) dan bubut jawa (Centropus nigrorufus) harus tersingkir dari belantara ibukota.
Minimnya pepohonan untuk sumber kehidupan, tempat mencari makan, bersarang, dan berkembang biak membuat burung sulit untuk hidup. Tak hanya itu, sungai, kanal, atau danau yang belum tercemar serta ketersediaan pakan seperti ikan dan udang yang berlimpah pun sulit dijumpai.
Menurut Dwi, elang bondol dan bubut jawa menjadi contoh burung yang makin terancam habitatnya. Elang bondol yang ditetapkan sebagai maskot DKI Jakarta ini pindah habitat karena makanan favoritnya berupa ikan yang berada di perairan bersih tidak lagi tersedia di Jakarta.
"Elang bondol adalah satwa yang dilindungi berdasarkan PP No. 7/1999. Kendati demikian, elang ini sering diburu dan diperdagangkan ilegal,"katanya.
Terusiknya habitat elang bondol juga dipicu oleh pertambahan penduduk Jakarta. Akhirnya burung ini harus bertahan di pulau-pulau kecil di Kepulauan Seribu terutama Pulau Kotok dan Pulau Pramuka.
Dwi melanjutkan, bubut jawa pun adalah burung yang juga terusik habitanya. Burung yang masuk dalam suku Cuculidae yang menjadi penghuni ekosistem bakau ini terancam punah dengan kategori rentan. Jenis ini makin sulit ditemui, meski masih bisa dijumpai di kawasan Suakan Margasatwa Muara Angke.
"Berdasarkan data Bird Life International tahun 2011, populasinya berkisar 2.500 hingga 10.000 ekor (individu dewasa)," paparnya.
Penurunan populasi bubut jawa dikarenakan kehilangan habitat serta penangkapan untuk perdagangan. Suaka Margasatwa Muara Angke pun terancam akibat polusi perairan, rendahnya generasi hutan bakau, serta tekanan pembangunan di sekitar kawasan. Padahal, suaka margasatwa tersebut sudah ditetapkan menjadi 'Daerah Penting bagi Burung di Pulau Jawa' oleh Birdlife Internasional.
Dwi mengatakan, untuk tetap mempertahankan burung-burung yang masih ada di Jakarta, pembangunan berwawasan lingkungan perlu dilakukan. Perencanaan tata guna lahan yang tepat dan penertiban pembangunan sesuai peruntukan lahan harus dilakukan sebelum ancaman bencana ekologis di wilayah perkotaan semakin nyata.
Penulis | : | |
Editor | : | Bambang Priyo Jatmiko |
KOMENTAR