Kepiting Chasmagnathus granulatus hidup sederhana. Hari-harinya hanya dihabisi dengan menggali-gali makanan dan berupaya menghindar dari predatornya, burung camar. Tetapi dari penelitian terbaru, terungkap bahwa meski otaknya tidak berkembang sempurna, kepiting punya ingatan yang sangat tajam.
Sebagai contoh, dia bisa mengingat lokasi di mana burung camar menyerang dan belajar untuk menghindari kawasan tersebut. Di kalangan mamalia, untuk memiliki kemampuan seperti itu, hewan yang bersangkutan perlu menggunakan beberapa bagian otak. Tetapi, dalam laporan yang dipublikasikan di jurnal Neuroscience, ternyata kepiting C. granulatus bisa melakukannya dengan hanya beberapa neuron saja.
Julieta Sztarker, neuroscientist dari University of Buenos Aires, Argentina, dan timnya menggunakan boneka burung camar untuk menguji coba kemampuan mengingat para kepiting. Ternyata, diketahui bahwa mereka mampu mengingat boneka burung camar itu dan mengetahui bahwa ‘camar’ itu tidak berbahaya meski muncul di beberapa lokasi yang berbeda. Artinya, kepiting mampu mengaplikasikan pengetahuan yang mereka pelajari.
Selain itu, para kepiting juga mampu menyimpan informasi tersebut. Terbukti, mereka masih bisa mengenali boneka burung camar itu meski setelah sesi uji coba sudah berlalu selama 24 jam. Periode 24 jam sendiri merupakan waktu standar yang digunakan untuk mengukur kemampuan daya ingat jangka panjang bagi sebagian besar hewan, dan juga manusia.
Peneliti kemudian menemukan perilaku kepiting ini ada kaitannya dengan lobula giant neuron, sebuah tipe sel otak yang ditemukan di spesies hewan air berkulit keras. Dari rekaman elektrik, diketahui bahwa sel-sel ini menjadi tidak aktif saat kepiting sudah terbiasa menghadapi boneka burung camar.
Peneliti menduga, neuron-neuron tersebut menyimpan informasi terkait stimuli seperti burung camar dan detail konstektual lain seperti lingkungan sekitar. “Hewan ini tidak memiliki jutaan neuron seperti mamalia, tetapi ternyata mereka masih bisa melakukan fungsi-fungsi yang kompleks,” kata Sztarker. “Jika peneliti bisa mengetahui bagaimana cara memori milik hewan seperti ini bekerja, kita berpeluang untuk memahami lebih baik bagaimana sistem memori yang lebih kompleks seperti yang dimiliki manusia,” ucapnya. (Sumber: Scientific American)
Penulis | : | |
Editor | : | Deliusno |
KOMENTAR