Nationalgeographic.co.id - Oktober 2021, dijadwalkan penayangan perdana sekuel terbaru Jackass yang diproduksi Dickhouse Productions dan distribusikan MTV. Seperti sekuel sebelumnya, tontonan ini berisi sekelompok laki-laki yang melakukan aksi 'gila' seperti menyiksa diri sendiri.
Jackass yang kemudian ditayangkan pertama kali sejak 2000, telah mengundang banyak kontroversi. Sebab dianggap menjadi sumber utama kematian dan cedera pada remaja dan anak-anak. Mereka lewat tayangan awalnya, sebenarnya sudah menampilkan peringatan bahwa aksi di dalamnya sangat berbahaya dan tidak boleh ditiru.
Tapi bukan barang rahasia bila banyak laki-laki kerap bertindak 'gila'—terlepas apakah dampak dari tayangan Jackass atau bukan. Anda bisa menyaksikannya di sekitar atau mungkin Anda salah satu yang melakukannya.
Bahkan, kebiasaan gila-gilaan laki-laki menjadi tajuk komedi di media sosial yang didokumentasikan seperti Why Women Live Longer di Facebook. Tak hanya kalangan awam, para ilmuwan juga membahas, dan mencari tahu alasan: Mengapa banyak laki-laki suka melakukan hal 'gila'?
Aksi 'gila' atau juga disebut gokil telah didefinisikan oleh para ilmuwan sebagai teori pria idiot (male idiot theory) lewat buku Women are from Venus, Men are Idiots (2010) karya seniman John McPherson.
Teori yang awalnya masih menjadi hipotesis ini dikembangkan menjadi teori oleh Ben Alexander Daniel Lendrem, mahasiswa The King Edward VI School, Inggris, bersama para ahli dari Institute of Cellular Medicine. Para peneliti itu mempublikasikan hasilnya di British Medical Journal 2014 lalu.
Mereka meneliti para nominasi pemenang Darwin Awards, sebuah penghargaan untuk keberanian seseorang untuk menyiksa hingga bunuh diri dan sterilisasi diri, dari 1995 hingga 2014. Hasilnya, dari 318 penerima penghargaan, 282 atau 88,7 persennya adalah laki-laki.
Baca Juga: Kenapa Wanita Cenderung Lebih Berumur Panjang Dibanding Pria?
Sehingga para peneliti menyimpulkan, pria lebih mungkin terlibat dalam kegiatan risiko tinggi daripada wanita.
"Sementara MIT (teori pria idiot) memberikan penjelasan yang sedikit tentang perbedaan dan perilaku idiot yang mungkin mendasari perbedaan jenis kelamin dalam perilaku mencari risiko lainnya," tulis Lendrem dan tim.
"Sungguh membingungkan bahwa laki-laki mau mengambil risiko yang tidak perlu seperti itu—hanya sebagai ritual peralihan, dalam mengejar penghargaan sosial atau semata-mata dalam pertukaran 'pembenaran kecongkakan' pria."
Para peneliti juga menyelaraskan temuannya secara statistik terhadap risiko rawat inap dan IGD di rumah sakit atas kecelakaan seperti cedera olahraga, kerja, dan lalu lintas, hingga kematian. Yaitu, terdapat perbedaan jenis kelamin pasien yang didominasi oleh pria.
"Agaknya, perilaku bodoh memberikan beberapa keuntungan selektif yang belum teridentifikasi pada mereka yang tidak menjadi korbannya (merujuk pada Darwin Awards)," para peneliti menambahkan.
"Sampai MIT memberi kita penjelasan lengkap dan memuaskan tentang perilaku pria idiot, departemen gawat darurat rumah sakit akan terus bekerja."
Baca Juga: Seorang Pria Memasukkan Belut ke Anusnya demi 'Sembuhkan' Sembelitnya
Alasan lain mengapa laki-laki berani mengambil risiko dalam tindakan gila-gilaan adalah karena hormon testosteron yang dimilikinya. Pria berusia lebih muda hingga usi 30-an cenderung memberanikan diri dalam tindakan risiko.
Menyadur Dispatch, William J. Resch staf psikiater OhioHealth mengatakan bahwa beberapa penelitian sudah membuktikannya. Termasuk ada yang merujuk bahwa lobus frontal (bagian depan otak, sumber kontrol nalar atas tindakan), ternyata tidak sepenuhnya berkembang sampai pria berusia mencapai usia 20-an.
Itulah mengapa pria juga lebih berisiko untuk menyalahgunakaan atau kecanduan alkohol, narkoba, dan lainnya. "Kami melihat itu secara keseluruhan: nikotin, ganja, perjudian," tambahnya.
Testosteron berkontribusi pada reaksi berlebihan yang meledak-ledak oleh pria, seperti mengarah pada kemarahan di jalan dan perilaku anti-sosialnya, terang Resch. Pada sisi psikologis juga berperan untuk memotivasi demi mendapatkan imbalan dari sumber luar, yang mengarah pada pengambilan risiko. Perjudian sebagai contohnya.
Tahun 2011, para peneliti Amerika Serikat dan Jerman terlibat dalam penelitian yang dipublikasikan di jurnal Hormones and Behavior. Mereka menemukan, bahwa testosteron memanglah penyebab utama seseorang ingin mengambil tindakan berbahaya.
Tetapi, secara gender bukan berarti laki-laki saja, tetapi dengan perempuan yang memiliki kadar testosteron tinggi.
Baca Juga: 6 Tanda Ini Gambarkan Pria yang Alami Kekurangan Hormon Testosteron
"Wanita dengan testosteron tinggi dan pria dengan testosteron tinggi membuat pilihan yang lebih berisiko daripada rekan-rekan mereka yang memiliki testosteron rendah dari jenis kelamin yang sama, dan efek ini terlihat pada wanita," tulis para peneliti.
"Dengan demikian, tingkat testosteron yang tinggi dikaitkan dengan kesediaan untuk menanggung risiko yang lebih besar pada kedua jenis kelamin."
Psikiater anak dan remaja Sathyan Gurumurthy dari Wexner Medical Center di Ohio State University, mengatakan bahwa tingkat risiko dalam hal narkoba merebak di kalangan anak muda.
Meski terlihat bahwa penggunaan narkoba umum di kalangan pria, ternyata para wanita muda juga mengejar jumlah itu. Beberapa bahkan mempstong foto penggunaan narkoba mereka di media sosial dan menceritakan kegila-gilaannya.
"Remaja tidak benar-benar tahu bagaimana mengendalikan atau berbicara tentang emosi mereka," kata Gurumurthy.
Tindakan berisiko seperti narkoba bagi kalangan pria muda disebabkan dorongan untuk jati diri pria yang tangguh, dan menekankan perilaku demi terlihat lebih sangar, tambahnya.
"Itu semua bermula dari kurangnya identitas diri. Pria dan wanita muda berjuang dengan siapa sebenarnya diri mereka," pungkasnya.
Baca Juga: Studi Ungkap Mamalia Liar Betina Hidup Lebih Lama Dibanding Pejantan
Source | : | fatherly,Dispatch |
Penulis | : | Afkar Aristoteles Mukhaer |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR