Topi, keranjang, tikar, hasil anyaman khas Dayak dipaparkan untuk masyarakat Jakarta. Seni keterampilan yang rumit dan memakan waktu lama itu dipamerkan dalam Festival Seni Anyam Adi Kriya yang dibuka Rabu malam (27/3) di Bentara Budaya Jakarta (BBJ).
Pameran akan dibuka 27 Maret hingga 7 April 2013 di BBJ. Hanya pada 29 Maret saja pameran diliburkan karena hari raya besar.
Menurut Wiediantoro kutaror BBJ, persiapan pameran ini memakan waktu yang cukup singkat, hanya kurang dari setahun. Ia dan timnya hanya menghabiskan waktu delapan hari di pedalaman Kalimantan untuk mencari contoh anyaman yang bisa dipamerkan.
Hambatan utama ternyata berasal dari sudah tidak banyak suku Dayak yang menganyam. Mereka lebih memilih produk plastik yang ringkas --tinggal membeli tanpa membuat.
Namun demikian, anyaman yang dibuat suku Dayak menunjukkan tingginya selera seni dalam darah mereka.
"Setiap suku Dayak di Kalimantan memiliki ragam pola anyam yang berbeda. Tapi mereka saling memengaruhi dalam hasil jadinya," kata Ipong Purnama Sidi, salah satu anggota tim kurator dalam jumpa pers beberapa waktu lalu.
Dalam pameran ini ikut diluncurkan pula buku Plaited Arts form the Borneo Rainforest. Buku ini merupakan buah riset selama dua dekade dari 20 peneliti dan dilengkapi 1.250 ilustrasi dan foto.
Festival dengan tema "Seni Anyam: Adi Kriya Kalimantan" sengaja dipilih karena anyaman Dayak mulai tergerus zaman. Di mana generasi mudanya lebih memilih produk yang mudah tanpa harus menganyam lebih dulu.
Dikatakan John McGlynn, salah satu anggota dewan Yayasan Lontar, organisasi independen yang bertujuan mempromosikan sastra dan budaya Indonesia, sulitnya mempertahankan kebudayaan bisa membuat bangsa lain mengklaim kebudayaan kita.
Penulis | : | |
Editor | : | Kontributor Semarang, Nazar Nurdin |
KOMENTAR