Upaya-upaya kampanye penyelamatan 1,2 juta hektare hutan Aceh dari deforestasi, terus berlanjut. Kali ini para orang muda yang urun suara. Sebelumnya sejumlah ahli konservasi dan koalisi masyarakat Aceh telah menuntut pemerintah tidak mengubah Rancangan Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) Aceh.
Hal ini disampaikan dalam sebuah konferensi pers yang difasilitasi oleh ChangeOrg Indonesia di Jakarta, pada Kamis (18/4). "RTRW yang baru tersebut akan menempatkan kawasan hutan konservasi di bawah anacaman besar alih fungsi yang berpotensi merusak lingkungan, seperti pertambangan, perkebunan, konsesi, dan jalan raya. Padahal tadinya sejumlah besar kawasan hutan telah dicanangkan sebagai hutan lindung," ujar Sigit Kusumawijaya, arsitek/urban designer muda yang merupakan inisiator komunitas Indonesia Berkebun.
Sedangkan Gracia Paramitha, Youth Advisory Council dari Tunza-United Nations Environment Programme (UNEP) untuk kawasan Asia Pasifik, ikut pula menyatakan sikap penolakan. "Ciri-ciri negara maju juga bukan dengan pembukaan hutan skala besar," tutur Gracia.
Ia menegaskan, generasi muda di dalam situasi ini bisa turut serta terlibat dengan berjejaring dan mengedukasi publik soal sustainable lifestyle.
Direktur Kampanye ChangeOrg Indonesia Usman Hamid mengemukakan, Selasa (16/4) yang lalu perusahaan tambang East Asia Minerals di Toronto, Kanada, sudah merilis mengenai peran aktif mereka dalam proses pengaturan perubahan RTRW Aceh.
Menurut Usman, berbagai dampak negatif akibat alih fungsi hutan bersifat risiko jangka panjang. Dampak ini akan dirasakan hingga sepuluh tahun ke depan. Mungkin hanya sebagian kecil warga yang bisa mendapatkan kesejahteraan ekonomi, tapi potensi kerugian yang mungkin terjadi lebih besar termasuk hilangnya habitat satwa.
(Baca: Mengamankan Benteng Pertahanan Terakhir)
Usulan RTRW yang baru menetapkan pemanfaatan lahan hutan, termasuk area konservasi TN Leuser, bagi industri-industri ekstraktif. Disebut terdapat sekitar satu juta hektare untuk pertambangan, 416.086 hektare untuk perkayuan, serta 256.250 hektare untuk perkebunan kelapa sawit.
Penulis | : | |
Editor | : | Palupi Annisa Auliani |
KOMENTAR