"Namun, setelah Tropenmuseum di Amsterdam dan Museum Volkenkunde di Leiden digabung menjadi National Museum of World Culture pada 2018, kami menghubungi KBRI mengenai masalah penyerahan koleksi tersebut kepada pemilik yang sah," terang Brinkgreve.
"Alhasil, sebelum koleksi itu benar-benar dikembalikan ke Indonesia, pada 2019 kami merealisasikan penerbitan koleksi tersebut, dengan dukungan dana dari Kedutaan Besar Republik Indonesia di Den Haag."
Ia mengakui, bahwa pengembalian artefak Indonesia tidak bisa dilakukan secara langsung, terlebih krisis COVID-19 menghadang. "Tetapi kami berharap ini akan terjadi di masa mendatang," ia menambahkan.
Baca Juga: Artefak-artefak di dalam The British Museum sudah Dapat Dinikmati melalui Google Street View
Salah satu usaha memperkenalkan museum secara digital dipaparkan oleh Yilan Wang dari China National Silk Museum. Museum itu mengandalkan teknologi konservasi, dan studionya dilengkapi dengan cara-cara teknis untuk untuk memenuhi seluruh proses persyaratan konservasi dan restorasi.
"Sejauh ini, kami telah menyediakan layanan perlindungan dan konservasi untuk lebih dair 50 museum dan lembaga budaya di seluruh dunia," terang Wang.
Pihak China National Silk Museum sendiri berencana mengadakan proyek The Silk Road Online Museum (SROM) untuk mengenalkan kebudayaan pembuatan sutra. Proyek ini akan menggandeng 40 museum lainnya, untuk menyediakan konten koleksi, pameran, pengajaran, dan kurasi digital.
Baca Juga: Linschoten, Kartografer Belanda yang Menentukan Takdir Nusantara
Penulis | : | Afkar Aristoteles Mukhaer |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR