Bidang Wilayah III Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Jawa Barat bekerja sama dengan Kepolisian Resort Tasikmalaya berhasil menggagalkan transaksi perdagangan 21 kukang jawa (Nycticebus sp.) dari pedagang di Resik, Tasikmalaya, Juli 2013. Semua kukang yang menjadi barang bukti pada saat ini dititipkan di Pusat Rehabilitasi Satwa Yayasan IAR Indonesia (YIARI).
Berdasarkan pemeriksaan medis yang dilakukan, diketahui kukang-kukang tersebut mengalami beberapa masalah kesehatan. Antara lain kerusakan gigi, dehidrasi, malnutrisi, hingga stres. Di YIARI, kukang-kukang tersebut akan menjalani proses rehabilitasi sehingga bisa dilepasliarkan kembali ke alam.
(Baca juga: Asa Pelepasliaran Kukang di Pundak Wilis dan Martha)
Operasi ini diharapkan dapat memberikan efek jera bagi pelaku perdagangan satwa liar dilindungi. Berdasarkan Undang-Undang RI Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistem-nya pasal 21 ayat II disebutkan bahwa, perdagangan dan pemeliharaan satwa dilindungi termasuk kukang adalah dilarang.
Juga satwa liar yang dilindungi ini dilarang untuk dieksploitasi (diburu, dipelihara, diperjualbelikan mau pun dimanfaatkan bagian tubuhnya). Berdasarkan aturan IUCN (International Union for Conservation of Nature), kukang termasuk dalam kategori vulnerable (rentan) hingga endangered (terancam punah). Artinya populasinya di alam semakin menurun dan menuju kepunahan.
(Menarik soal kukang: Kukang Juga Punya Gigi Palsu)
Sedangkan menurut CITES (Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora) kukang tercatat dalam Apendiks I.
“Kami berkomitmen melakukan upaya penegakan hukum perdagangan dan pemeliharaan satwa liar dilindungi di wilayah kami”, ungkap Kepala Bidang Wilayah III Ciamis Balai Besar KSDA Jawa Barat, Rajendra, dalam rilis yang diterima Kamis (29/8).
Sampai sejauh ini upaya penegakan hukum yang dilakukan oleh pihak Bidang Wilayah III Ciamis Balai Besar KSDA Jawa Barat dan Kepolisian Tasikmalaya sudah pada tahap proses pemberkasan yang akan dilimpahkan ke pengadilan. Selanjutanya, segera disidangkan dan diputuskan hukumannya.
Tersangka pelaku penjual kukang akan dijerat dalam perkara tindak pidana UU 5 No. Tahun 1990 dengan ancaman maksimal lima tahun penjara, atau denda subsider sebesar Rp100 juta.
Pelestarian pada dasarnya adalah pada saat satwa liar tersebut dapat hidup layak dan menjalankan fungsi ekologinya di alam secara bebas, bukan hidup di dalam kurungan/kandang. Prinsip dasar yang penting diingat dan dihayati serta diaktualisasikan adalah “tidak membeli atau memelihara kukang”.
Lengkap mengenai kukang bisa Anda baca di tautan Bagai Kukang dalam Sangkar
Penulis | : | |
Editor | : | Kontributor Semarang, Nazar Nurdin |
KOMENTAR