Saat berada di tempat pembuangan akhir (TPA) Sudakwon yang terletak di luar kota Seoul—sekitar 40 menit perjalanan dengan mobil dari Seoul—ribuan orang sudah berkunjung. Sanitary landfill atau TPA dikatakan sebagai yang terbesar di dunia.
Menurut catatan pihak pengelola TPA Sudakwon, Sudokwon Landfill Site Management Corp (SLC), sudah 500.000 orang dari dalam dan luar negeri berkunjung ke TPA Sudakwon. Lokasi ini memang pantas untuk dijadikan studi banding bagi siapa saja yang berkepentingan dalam menangani sampah dan kebersihan lingkungan. TPA ini dirancang untuk bisa lahir menjadi taman impian (dream park) yang di dalamnya terdapat lapangan golf dan perumahan mewah.
TPA seluas 20 juta meter persegi ini dibagi menjadi empat lokasi TPA dan sebagian lainnya untuk kompleks olahraga dan hiburan. Penimbunan sampah di setiap TPA dibuat delapan lapis. Pertama sampah, tanah 0,5 meter, lalu ditutup sampah lagi dan seterusnya sampai delapan lapisan.
TPA 1 sudah dipakai untuk menimbun sampah sejak tahun 1992 hingga akhirnya tahun 2000 tempat ini sudah dipenuhi sampah. Pada 2001-2003 di lokasi tersebut dibangun konstruksi dan stabilisasi taman olahraga bagi warga. Tahun 2004 sampai tahun 2006 dibangun taman bunga liar, wilayah pengamatan, dan pembelajaran alam. Pada tahun 2013 dibangun lapangan golf, wilayah pengamatan lahan basah, alun-alun, lapangan olahraga berkuda yang disiapkan untuk ASEAN Games tahun 2014, dan tempat masuk ke wilayah pengamatan ekologi.
Dalam pelaksanaan the dream park dari TPA ini telah ditetapkan sebagai milestone dengan rentang waktu 1992-2026. Sesuai dengan rentang waktu tersebut, di kawasan TPA Sudakwon akan terdapat fasilitas warga yang berkualitas baik.
Secara lengkap akan ada Kompleks Ekobudaya (di dalamnya terdapat kompleks sumber daya, pusat lingkungan, serta taman seni dan lingkungan). Akan ada taman olahraga (lapangan golf publik, taman observasi, jungle tracking, dan taman olahraga warga), taman rekreasi tanah dan udara, lapangan parkir, serta stasiun induk CNG.
Selain itu, juga ada kompleks eco-event (meliputi arboretum, taman aroma/bunga, kebun raya, dan arena pameran lingkungan), observasi alam kompleks (danau alam, lahan basah, kawasan ekologi sungai, kawasan hutan ekologi, serta ruang pembelajaran dan observasi alam), serta kompleks penelitian lingkungan.
Sampah yang dibawa masuk ke TPA tersebut setiap hari mencapai 18.000 ton per hari. Sampah itu berasal dari rumah tangga, industri, dan konstruksi dari tiga daerah yang berpenduduk sekitar 24 juta orang, yakni kota Metropolitan Seoul, Incheon, dan Gyeonggi.
Gas yang dikumpulkan dan air lindi yang tertampung diolah dengan menggunakan teknologi mutakhir sehingga menjadi sumber daya yang berharga. Dari kawasan TPA tersebut gas didistribusikan melalui jaringan pipa yang ada ke fasilitas pembangkit listrik yang memproduksi tenaga listrik senilai 42 juta dollar AS dan menghasilkan kredit karbon 394.000 ton (CO2) dari Persatuan Bangsa-Bangsa.
Nanti jjika pembangunan Kota Metropolitan Energi Lingkungan selesai dibangun pada 2020, setiap tahun akan menghasilkan energi sebesar 2,8 juta Gcal. Jumlah itu akan menjadi substitusi 1,92 juta barrel minyak mentah dan mengurangi 1,17 juta ton karbon setiap tahun.
Menurut perencanaan, Kota Metropolitan Energi Lingkungan di dalamnya terdapat Kota Limbah-Energi, Kota Energi Alam, Kota Bio-Energi, dan Kompleks Ekobudaya. Kota metropolitan dan taman yang bertema lingkungan itu akan menjadi lebih indah dengan dimanfaatkannya Gyungin Waterway.
Ditangani Korsel
Korea Selatan telah membuktikan mampu menjaga kelestarian lingkungan, menangani limbah, bahkan memulihkan lingkungan yang rusak akibat polusi. Sungai Han yang membelah kota Seoul semula kotor seperti Sungai Ciliwung, Jakarta. Namun, kini airnya jernih dan menjadi pemandangan yang menarik. Untuk menjaga kebersihan, penduduk dilarang beraktivitas di sungai itu.
”Seperti kegiatan memancing juga tidak boleh. Namun, kalau melintas dengan perahu boleh,” kata Minjeong Jeon dari Dongyang Int’l Travel Service Inc. Kemungkinan, kalau proyek kerja sama pemulihan Sungai Ciliwung antara Indonesia dan Korea Selatan sudah dikerjakan, nasib Ciliwung tidak mustahil seperti Sungai Han.
Saat ini Korsel tengah bersiap melakukan restorasi Sungai Ciliwung pula, setelah nota kesepahaman bersama ditandatangani Menteri Lingkungan Hidup RI Balthasar Kambuaya dan Menteri Lingkungan Hidup Republik Korea You Young-sook, di Jakarta, 3 Desember 2012.
Kegiatan perbaikan Ciliwung yang akan diawali dari kawasan Masjid Istiqlal ini diperkirakan menelan dana Rp 96,4 miliar. Sebagian besar dana proyek merupakan hibah dari Kementerian Lingkungan Hidup Korea.
”Kalau hitung-hitungannya sudah ketemu, kami akan mulai menggarap Ciliwung. Sekarang masih dilakukan revisi-revisi anggaran. Persoalan terberat untuk Ciliwung adalah sampahnya yang luar biasa banyak dan sungainya sangat kotor. Namun, tidak apa-apa, Sungai Han dulu juga begitu,” kata Lee Joon-heon, Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan KC Rivertech Co Ltd, Korea, seusai konferensi tentang teknologi lingkungan terdepan Korea di Seoul.
Penulis | : | |
Editor | : | Palupi Annisa Auliani |
KOMENTAR