Saat ambergris tiba di darat, ia dapat menyerupai bermacam benda. Saat segar, warnanya hitam dan kental. Akan tetapi, saat mengeras di dalam laut, batu ini akan berwarna lebih terang—seperti coklat, abu-abu, atau putih.
Temuan ambergris yang tercatat memiliki ukuran mulai dari kerikil kecil, dengan berat hanya beberapa gram, hingga batu seukuran manusia. Kolektor sering kecewa saat mengetahui bahwa mereka hanya memperoleh batu, karet, spons laut, gumpalan lilin atau lemak—bukan ambergris. Bagi yang apes, mereka hanya mendapat kotoran anjing laut.
Kata "ambergris" adalah hasil dari sebuah kesalahpahaman. Kata ini berasal dari istilah Prancis kuno "ambre gris", yang berarti "amber abu-abu", untuk membedakan benda ini dari amber resin—getah pohon fosil yang juga digunakan dalam wewangian.
Masyarakat Arab mengekstrak ambergris sebagai obat, setidaknya sejak abad kesembilan. Kemudian mereka menggunakannya sebagai bahan parfum. Mereka juga yang telah memperkenalkan zat tersebut ke Barat; ambergris menjadi tersebar luas di kedua budaya sepanjang Abad Pertengahan.
Baca Juga: Muntahan Paus Membuat Kelompok Nelayan Ini Terlepas dari Kemiskinan
Selama Black Death, pandemi wabah pes yang melanda Eropa pada pertengahan abad ke-14, para orang kaya menggantung wadah bulat yang dikenal sebagai pomander. Isinya ambergris dan bahan harum lainnya. Pomander ini digantung di leher atau ikat pinggang mereka dengan keyakinan sesat bahwa wabah itu disebabkan oleh bau tidak sedap.
Tiga ratus tahun kemudian, Raja Charles II dari Inggris dikabarkan memakan ambergris dengan telur. Dan ambergris terdaftar sebagai bahan dalam resep es krim paling awal di dunia dan resep punch abad ke-17. Bahkan saat ini, pengunjung bar koktail akan disuguhi koktail mahal yang diracik bersama ambergris.
Baca Juga: Paus Perlu Diselamatkan Karena Peran Kotoran Mereka Bagi Dunia
Source | : | Smithsonian |
Penulis | : | Agnes Angelros Nevio |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR