Nationalgeographic.co.id—Banyak ungkapan tentang berjalannya waktu. Contohnya adalah di saat kita merasa senang, waktu rasanya berjalan begitu cepat. Namun, di saat merasa bosan, waktu rasanya berjalan begitu lambat. Hal tersebut dinamakan elastisitas waktu.
Contoh lainnya sering kita alami di saat bepergian. Sering kali di saat berkendara ke tempat tujuan, kita merasa waktu berjalan lebih lambat daripada di saat pulang menuju rumah. Para fisikawan pun menjawab pertanyaan terkait elastisitas waktu semacam ini.
Mengutip dari Big Think, gagasan tentang 'waktu absolut' adalah ilusi. Satu jam di gunung berbeda dengan satu jam di pantai. Mengapa demikian? Waktu bergerak lebih lambat saat Anda berada semakin dekat ke bumi.
Berdasarkan teori relativitas umum yang dikemukakan oleh Einstein, gravitasi dari massa yang besar, seperti bumi, membelokkan ruang dan waktu di sekitarnya. Para ilmuwan pertama kali mengamati efek "pelebaran waktu" semacam ini pada skala kosmik. Kemudian pada 2010, para peneliti mengamati efek yang sama pada skala yang jauh lebih kecil.
Mereka menggunakan dua buah jam atom yang sangat presisi, yang satu ditempatkan 33 sentimeter lebih tinggi dari yang lain. Sekali lagi, waktu bergerak lebih lambat untuk jam yang lebih dekat dengan bumi.
Perbedaannya kecil, tetapi implikasinya sangat besar: tidak ada yang namanya waktu absolut. Untuk setiap jam di dunia, masing-masing individu mengalami waktu yang sedikit berbeda.
Menurut fisikawan teoritis Italia bernama Carlo Roveli, dalam bukunya yang berjudul The Order of Time, dia menunjukkan bahwa persepsi kita tentang waktu bahwa waktu selalu mengalir ke depan, bisa menjadi proyeksi yang sangat subjektif.
Baca Juga: Mengenang Jasa Pramono Edhie Wibowo Atas Pendakian Everest 1997
Mengapa kita beranggapan bahwa waktu mengalir ke depan? Rovelli mencatat bahwa, meskipun waktu menghilang dalam skala yang sangat kecil, kita masih melihat dengan jelas peristiwa yang terjadi secara berurutan. Dengan kata lain, kita mengamati keseimbangan termodinamis, misalnya telur yang pecah lalu menjadi orak-arik.
Rovelli mengatakan aspek kunci perihal waktu telah dijelaskan oleh hukum kedua termodinamika. Hukum tersebut menyatakan bahwa panas selalu berpindah dari panas ke dingin. Ini adalah jalan satu arah. Misalnya, es batu meleleh dan menjadi secangkir teh panas, tidak pernah sebaliknya.
“Termodinamika menelusuri arah waktu yang disebut entropi masa lalu. Pertumbuhan entropi mengarahkan waktu dan membuat jejak masa lalu, serta membuat ingatan,” tulis Rovelli kepada Financial Times. “Fenomena ini masih misterius dan menjadi bahan diskusi.”
“Saya menduga bahwa apa yang kita sebut sebagai waktu mengalir, harus dipahami dengan mempelajari struktur otak kita, bukan dengan mempelajari fisika. Otak kita menyimpan memori, termasuk perihal berlalunya waktu,” tambahnya.
Baca Juga: Menganalisa Penyebab Ratusan Pendaki Tewas Di Death Zone Everest
“Oleh karena itu, waktu adalah sesuatu yang mungkin lebih berkaitan dengan ilmu saraf daripada fisika fundamental,” kata Rovelli. “Mencari penjelasan tentang perasaan aliran dalam fisika mungkin merupakan kesalahan."
Waktu bergerak secara berbeda di atas gunung daripada di pantai. Namun, Anda tidak perlu melakukan perjalanan jauh untuk mengalami distorsi aneh dalam persepsi Anda tentang waktu. Yang pasti, di luar bidang fisika, persepsi individu kita tentang waktu juga sangat elastis.
Misalnya Anda berada di dalam ketakutan antara hidup dan mati, otak Anda akan melepaskan adrenalin dalam jumlah besar yang akan mempercepat jam internal Anda. Hal ini membuat Anda melihat dunia menjadi seakan bergerak lambat.
Baca Juga: Jangan Anggap Remeh Pendakian, Hipotermia Bisa Menyerang Siapapun
Distorsi umum lainnya terjadi ketika kita memfokuskan perhatian kita dengan cara tertentu. "Jika Anda berpikir tentang bagaimana waktu saat ini berlalu, faktor terbesar yang memengaruhi persepsi Anda mengenai waktu adalah perhatian," kata Aaron Sackett, profesor pemasaran di University St. Thomas kepada Gizmodo.
Menurut Aaron Sacket, waktu akun terasa cepat berlalu apabila kita tidak memerhatikannya, misalnya di saat bersenang-senang, kita akan censerung lupa waktu.
Waktu pun dapat berlalu dengan cepat walaupun kita tidak sedang bersenang-senang, misalnya ketika sedang berdebat, atau sedang kelelahan saat mendaki gunung, tetapi Anda berfokus pada pemandangannya yang indah dan tidak memerhatikan waktu.
Baca Juga: Es di Gunung Everest Mencair, Keberadaan Mayat-mayat Pendaki Terungkap
Source | : | Big Think |
Penulis | : | Fadhil Ramadhan |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR