"Pada 2010, sensus dan survei menunjukkan, ada sekitar 1,1 miliar ateis, agnostik, dan orang yang tidak mengidentifikasi diri dengan agama tertentu. Pada tahun 2050, populasi orang yang tidak terafiliasi diperkirakan akan melebih 1,2 miliar," tulis para peneliti.
"Namun sebagai bagian dari semua orang di dunia, mereka tidak memiliki afiliasi agama diproyeksikan menurun dari 16 persen pada 2010 menjadi 13 persen pada pertengahan abad ini."
Lantas, bagaimana populasi tiap agama bisa bertambah?
Bertambahnya angka pemeluk, mereka analisis berdasarkan tingkat kesuburan atau kelahiran di suatu negara, jumlah populasi pemuda, dan yang berpindah agama. Contohnya, pertumbuhan agama Kristen dan Islam diperkirakan terjadi pesat di Afrika sub-Sahara yang memiliki tingkat kelahiran tinggi, dengan variasi di tiap pemeluk agama.
Baca Juga: Ebeg Banyumasan, Jejak Kreasi Sang Sunan untuk Siar Islam di Jawa
Contoh lainnya, mereka juga memperkirakan umat Muslim di India jumlahnya akan sangat besar pada 2050 dibanding Indonesia, negara yang sebelumnya sempat menjadi pemeluk Islam terbesar di dunia.
Alasan mengapa populasi mereka yang tidak berafiliasi dengan agama yang ada saat ini adalah karena mereka terkonsentrasi di kawasan yang memiliki tingkat kelahiran rendah, dan populasi tua yang lebih banyak, seperti Amerika utara, Tiongkok, dan Jepang, terang para peneliti.
Baca Juga: Kisah Haru Persahabatan Dua Difabel Muslim dan Kristen dari Damaskus
Selain itu mereka juga tinggal di kawasan yang secara statistik berpendidikan tinggi.
"Laporan ini menjelaskan bagaimana lanskap keagamaan global akan berubah jika tren demografis saat ini berlanjut," tulis para peneliti dalam ringkasan laporan mereka.
"Namun, setiap tahun berlalu, ada kemungkinan peristiwa tak terduga–perang, kelaparan, penyakit, inovasi teknologi, pergolakan politik, dll.–akan mengubah ukuran satu kelompok agama atau lainnya. Karena sulitnya mengintip lebih dari beberapa dekade ke depan, proyeksi berhenti pada 2050."
Baca Juga: Mengapa Orang yang Lebih Cerdas Cenderung Ateis? Ini Penjelasannya
Source | : | pewresearch.org |
Penulis | : | Afkar Aristoteles Mukhaer |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR