Nationalgeographic.co.id—Ketika menyaksikan film, mendengar dan membaca cerita—baik dari omongan teman Anda atau dari siniar—kita akan memperhatikan dengan saksama. Bila kita telah sampai pada bagian konflik atau intinya, apakah ada rasa debaran dalam dada?
Rupanya begitulah sistem tubuk kita bekerja. Tubuh kita secara tidak sadar menyelaraskan irama detak jantung, bahkan pernapasan, ketika kita memperhatikan cerita. Fenomena itu dilaporkan lebih lanjut dalam studi terbaru di jurnal Cell Reports yang terbit pada 14 September 2021.
Laporannya, para peneliti menyatakan detak jantung kita akan selaras pada cerita yang didengarkan. Bahkan, untyuk cerita yang kita buat sendiri. Sinkronisasi ini terjadi apabila kita fokus memperhatikan cerita.
Laporan penelitian itu berjudul Conscious processing of narrative stimuli synchronizes heart rate between individuals, yang melibatkan 14 peneliti dari Prancis, Inggris, dan Amerika Serikat.
"Ada banyak catatan yang menunjukkan bahwa orang menyelaraskan fisiologi mereka satu sama lain. Tetapi landasannya adalah entah bagaimana cara Anda berinteraksi dan secara fisik menghadirkan tempat yang sama," terang rekan penulis senior Lucas Parra, dikutip dari Eurekalert. Dia adalah profesor Department of Biomedical Engineering di City College of New York.
"Apa yang kami temukan adalah bahwa fenomenanya jauh lebih luas, dan hanya mengikuti sebuah cerita dan memproses stimulus akan yang nantinya menyebabkan fluktuasi serupa pada detak jantung kita. Ini adalah fungsi kognitif yang mendorong detak jantung kita naik atau turun."
Dalam laporan, para peneliti melakukan empat eksperimen yang bertujuan mengeksplorasi peran kesadaran dan perhatian dalam menyelaraskan irama jantung para sukarelawan. Cara pertama, para sukarelawan yang sehat ditugaskan untuk mendengar buku audio berjudul 20.000 Leagues Under the Sea karya Jules Verne.
Baca Juga: Turunkan Risiko Penyakit Kardiovaskular dengan Makanan Kaya Vitamin K
Ketika mendengarkan buku audio tersebut, lewat pengukuran elektrokardiogram (EKG), detak jantung mereka berubah berdasarkan apa yang terjadi dalam cerita. Pola yang sama terjadi pada sebagian besar subjek, mereka mengalami peningkatan dan penurunan detak jantung pada titik-titik yang sama dalam narasi.
Eksperimen kedua, para sukarelawan menonton video singkat instruksional. Penggunaan video ini dinilai dapat memaparkan tanpa variasi emosional yang di dalamnya, sehingga bisa menegaskan irama jantung bisa berubah tanpa ada dorongan emosional.
Para sukarelawan mengalami pergolakan pola yang sama. Tetapi ketika menonton video untuk kedua kalinya, sambil menghitung mundur di kepala mereka, mereka mengalami perhatian yang kurang. Sehingga mengakibatkan penurunan sinkronisasi detak jantung, yang berarti butuh perhatian lebih pada tayangan untuk mempengaruhi.
"Yang penting adalah pendengar memperhatikan tindakan dalam cerita," tambah rekan penulis senior Jacobo Sitt, dari Paris Brain Institute and Inserm. "Ini bukan tentang emosi, tetapi tentang keterlibatan dan perhatian, dan memikirkan apa yang akan terjadi selanjutnya. Jantung Anda merespons sinyal-sinyal itu dari otak."
Baca Juga: Ilmuwan Pecahkan Misteri Jantung Leonardo Da Vinci Berusia 500 Tahun
Sedangkan pada eskpreimen ketiga, para sukarelawan mendengarkan cerpen anak-anak, ada yang memperhatikan, dan ada yang diganggu. Mereka kemudian diminta untuk mengingat fakta dan cerita tersebut.
Hasilnya, para peneliti menemukan perubahan yang terlihat pada detak jantung para sukarelawan, dan memprediksi seberapa baik mereka menjawab pertanyaan seputar cerita. Eksperimen ini menunjukkan bahwa perubahan detak jantung adalah sinyal pemrosesan narasi secara sadar.
Sitt, Parra, dan tim, juga menemukan bahwa tingkat pernapasan para sukarelawan perubahannya tidak begitu selaras. Ini mengejutkan, ujar Sitt, karena semestinya pernapasan memengaruhi detak jantung kita.
Baca Juga: Schumanniade, Gempita Sang Maestro Romantik di Jantung Jakarta
Sementara eksperimen terakhir, sama dengan yang pertama, tetapi melibatkan sukarelawan sehat dan spasien dengan ganggunan kesadaran. Hasilnya sesuai dengan dugaan para peneliti, para pasien memiliki tingkat sinkronisasi jantung yang lebih rendah daripada kelompok kontrol (sukarelawan yang sehat).
"Studi ini masih sangat awal, tapi Anda bisa membayangkan ini sebagai tes mudah yang dapat diterapkan untuk mengukur fungsi otak," saran Sitt. "Tidak butuh banyak alat, Bahkan bisa dilakukan di ambulans dalam perjalanan ke rumah sakit."
Dengan demikian, akan banyak validasi yang menguatkan bahwa pasien yang mengalami gangguan kesadaran dapat diketahui dalam perbadingan fungsi otak. Pengetahuan ini akan dilaksanakan lewat studi dengan kelompok penelitian.
Baca Juga: Peneliti Kembangkan Plester untuk Mendeteksi Penyakit Pada Jantung
Source | : | eurekalert |
Penulis | : | Afkar Aristoteles Mukhaer |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR