Ribuan wisatawan dari berbagai daerah membatalkan kunjungannya ke sejumlah obyek wisata di lereng Gunung Slamet di Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah. Pembatalan kunjungan dipicu informasi yang tidak jelas dan masif di sejumlah media sosial mengenai aktivitas vulkanik gunung tertinggi di Jawa Tengah tersebut sejak sepuluh hari terakhir.
Dari pantauan Kompas, kompleks Lokawisata Baturaden yang berada di lereng selatan Gunung Slamet, Jumat (21/3), tampak sepi. Hanya ada beberapa wisatawan yang berkunjung, sebagian besar berasal dari wilayah Banyumas.
”Informasi seputar aktivitas Gunung Slamet harus diakui mulai menurunkan jumlah pengunjung yang datang ke Baturaden. Indikasinya sudah terlihat sejak pekan ini,” ujar Sekretaris Unit Pelaksana Teknis Lokawisata Baturaden Kusmantono.
Kunjungan wisatawan anjlok, baik pada hari libur maupun hari kerja. Dia mencontohkan, pada hari Minggu (16/3), jumlah pengunjung Baturaden hanya sekitar 900 orang. Padahal, pada kondisi normal kunjungan bisa mencapai 2.000 orang.
Adapun pada hari kerja, jumlah kunjungan wisatawan berkisar 400-500 orang per hari. Namun, sejak lima hari terakhir anjlok menjadi 200 orang saja.
Selain Lokawisata Baturaden, beberapa obyek wisata lain, seperti Pancuran Telu dan Pancuran Pitu, juga sepi pengunjung. Padahal, jarak kedua obyek wisata ini masih pada radius aman, yakni 3-6 kilometer dari puncak gunung. Radius steril yang ditetapkan Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi saat ini hanya 2 kilometer dari puncak gunung.
Informasi media sosial
Kusmantono mengatakan, salah satu penyebab turunnya jumlah pengunjung adalah ramainya informasi tentang Gunung Slamet di media sosial seperti Twitter dan Facebook. Namun, yang menjadi masalah, informasi yang beredar di media sosial tersebut justru sering kali terlalu berlebihan dan tidak jelas sumbernya.
”Ini yang menyebabkan banyak orang membatalkan kunjungannya ke Baturaden. Kalau pemberitaan di media massa, cetak maupun elektronik, sampai sekarang masih batas wajar dan berdasar fakta,” katanya.
Justru informasi di media sosial, kata dia, yang lebih banyak biasnya. Parahnya lagi, masyarakat lebih banyak mendapat informasi dari media-media seperti itu.
Sejak media sosial ramai memperbincangkan aktivitas Gunung Slamet yang statusnya sejak Senin (10/3/2014) dinaikkan dari aktif normal (level I) menjadi Waspada (level II), Kusmantono mengaku banyak mendapat pertanyaan mengenai kebenaran informasi tersebut. Kebanyakan menanyakan aman tidaknya Baturaden dikunjungi.
Menanggapi pertanyaan tersebut, dia menyampaikan bahwa Baturaden aman dikunjungi. Pasalnya, aktivitas gunung belum mengkhawatirkan. Selain itu, jarak antara puncak Slamet dan Baturaden juga cukup jauh, berkisar 6-7 kilometer.
Suswantono (35), salah satu pengelola agen wisata di Purwokerto, menuturkan, rombongan wisata dari Boyolali sebanyak 400 orang membatalkan rencana kunjungan mereka, Minggu (16/3/2014).
”Kepada panitia rombongan, kami sudah jelaskan Baturaden aman dikunjungi. Tapi, nyatanya, mereka tetap membatalkan kunjungan karena khawatir terjadi sesuatu dengan Gunung Slamet,” ujarnya.
Sepinya kunjungan wisata dikeluhkan sejumlah pedagang di obyek-obyek wisata tersebut. Wahyudi (25), pedagang cendera mata di Lokawisata Baturaden, mengaku, selama sepekan terakhir jarang ada pembeli. ”Sejak seminggu ini omzet menurun drastis. Biasanya pada akhir pekan banyak wisatawan asal Jakarta yang berkunjung ke sini, tetapi sejak seminggu terakhir tidak ada,” kata dia.
Saat normal, dia mengaku bisa meraup pendapatan hingga Rp 150.000 per hari. Namun, kini paling banyak hanya Rp 50.000.
Penulis | : | |
Editor | : | Deliusno |
KOMENTAR