Pengembangan sumber cahaya bagi negara dunia ketiga menghadapi dua hambatan utama. Biaya dan integrasi jangka panjang pada kehidupan sehari-hari. Untuk itu, Govinda Upadhyay, peneliti dari Solar Energy and Building Physics Laboratory, Swiss punya ide cemerlang. Ia mengembangkan lampu rakitan yang efektif.
Lampu yang didesain agar bisa dibuat oleh siapa saja itu menggunakan komponen-komponen lokal. Hanya panel surya saja yang perlu diimpor. Adapun pengisian menggunakan sinar matahari selama 5-6 jam mampu menyediakan energi untuk menyalakan lampu selama 4 sampai 5 jam.
Tidak ada paten yang menghalangi penyebarluasan sistem yang dikembangkan peneliti. Hanya kabel listrik, baterai ponsel, tombol on/off dan LED yang dibutuhkan. Penutupnya sendiri bisa dikustomisasi, bisa menggunakan botol bekas atau kotak berbagai bentuk.
Material yang dibutuhkan untuk membuat 100 buah lampu hanya berbobot 1 kilogram. Mudah dikemas dan dibawa-bawa. Desain lampunya sendiri sudah diuji coba sejak peneliti dan timnya mengunjungi sejumlah kawasan di India, Tanzania, dan Kenya untuk menyebarluaskan pengetahuan mereka. Kini mereka mengandalkan relawan untuk menyebarkan pengetahuan tersebut ke seluruh dunia.
“Para pelancong yang berminat bisa mendapatkan pelatihan selama satu hari di kantor kami di Swiss,” sebut Upadhyay. “Mereka kemudian bisa menyebarkan pengetahuan ini ke desa-desa di negara berkembang selama tiga hari, sebelum kemudian mereka berlibur,” ucapnya.
Untuk memaksimalkan konsep pengembangan jangka panjang, Upadhyay telah menyiapkan rencana pembelajaran untuk lampu tersebut. Menggunakan contoh-contoh konkret, pemaparan dimulai dengan menyadarkan bahayanya menggunakan lampu kerosin bagi kesehatan dan lingkungan. Tujuannya agar penduduk mahami petingnya mengubah penggunaan lampu tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Ia juga menjabarkan pentingnya daur ulang terhadap sampah-sampah bekas lampu.
Di hari kedua pelatihan, ia secara khusus mengajarkan perakitan lampu. Setiap orang dilatih agar dapat mengajarkan metode pembuatan lampu ke penduduk lain di komunitasnya.
“Memahami cara pembuatan sangatlah penting, sehingga sistem yang mereka buat menjadi hak milik mereka. Bukan sekadar elemen yang mereka impor dari negara-negara maju yang kemudian mereka lupakan. Hanya tiga hari waktu yang dibutuhkan untuk melatih warga desa untuk memproduksi lampu-lampu ini,” ucap Upadhyay.
Penulis | : | |
Editor | : | Deliusno |
KOMENTAR